Idhafah
A. Pengertian Idhofah
Idhofah adalah penyandaran suatu kalimah (isim) kepada kalimah lain sehingga menimbulkan pengertian yang lebih spesifik.[1] Idhofah tersusun dari dua bagian isim yaitu mudhof dan mudhof ilaih. Bagian yang pertama disebut mudhof (kata yang disandarkan), dan bagian yang kedua disebut mudhof ilaih (kata yang disandari).
B. Hukum Idhofah
a. Dalam susunan idhofah, mudhof tidak didahului alif lam (ال).
Contoh:
Mudhof= الرَّسُوْلُ
mudhof ilaih= اللهُ
Susunan idhofahnya adalah, رَسُوْلُ اللهِ (Rasulullah)
mudhof=البَابُ
mudhof ilahi= الْمَسْجِدُ
Susunan idhofahnya adalah, بَابُ الْمَسْجِدِ (Pintu Masjid)
b. Akhiran pada mudhof dalam idhofah tidak boleh tanwin.
Contoh:
Mudhof= حَقِيْبِةٌ
mudhof ilaihi= مُحَمَّدٌ
Susunan idhofahnya adalah, حَقِيْبَةُ مُحَمَّدٍ (Tas Muhammad)
Mudhof= جَوَّالٌ
mudhof ilaihi= مُحَمَّدٌ
Susunan idhofahnya adalah: جَوَّالُ مُحَمَّدٍ (Handphone Muhammad)
c. Membuang nun mutsanna atau jamak pada mudhof dalam idhofah.
Contoh:
mudhof= كِتَابَانِ
mudhof ilaihi= مُحَمَّدٌ
Susunan idhofahnya adalah, كِتَابَا مُحَمَّدٍ (Kitab Muhammad)
Mudhof= مُدَرِّسُوْنَ
mudhof ilaihi= مَعْهَدٌ
Susunan idhofahnya adalah, مُدَرِّسُوْ مَعْهَدٍ (Para pengajar ma’had)
Sedangkan aturan mudhof ilaih yaitu:
a. Diawali dengan alif lam (ال). Selalu menempati status majrur (yaitu menggunakan tanda kasrah)
Contoh: الجَامِعَةِ, (kampus) ,المَكْتَبِ (kantor) diawali dengan alif lam dan berharokat kasroh.
b. tidak diawali alif lam (ال) tetapi harokat kasroh tanwin.
مُحَمَّدٍ (Muhammad)
بَيْتٍ (rumah) tidak boleh menggunakan alif lam.
c. Tidak berupa kata sifat, sebab apabila berupa kata sifat, susunannya berupa menjadi bukan lagi idhofah. [2]
Contoh idhofah yang lain:
مَسْجِدُ الجاَمِعَةِ
Masjid kampus
سُورَةُ الفَاتِحَهِ
Surat Al-Fatihah
بَيْتُ الأُسْتاَذِ
Rumah ustadz
باَبُ الفَصْلِ
Pintu kelas
Kataمَسْجِدُ رَسُوْلُ, سُورَةُ, , بَيْتُ , باَبُ merupakan mudhof. Sedangkan kata الجاَمِعَةِ , الفَاتِحَهِ , اللّةِ , الأُسْتاَذِ , الفَصْلِ merupakan mudhof ilaih.
Penisbatan atau penyandaran idhofah juga menyimpan arti مِنْ (dari), فِيْ (di dalam),لِ(untuk/milik).[3]
Contoh:
مَكاَنُ الْوُضُوْءِ
Tempat (untuk) wudhu
مُوَظَّفُ الْمَكْتَبِ
Pegawai(nya) kantor
تِلْمِيْذُ مَدْرَسَةٍ
Siswa (di) sekolah
خاَتَمُ ذَهَبٍ
Cincin (dari) emas
سَيَّارَةُ فَاطِمَةِ
Mobil (milik) Fatimah
C. Macam-macam idhofah
Idhofah dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Idhofah maknawiyyah yaitu idhofah yang memberikan faedah mema’rifatkan (sehingga dapat menimbulkan perubahan dari nakiroh menjadi ma’rifat atau sekurang-kurangnya taksis/tidak berarti umum betul)[4]. Definisinya adalah keadaan mudhof bukan merupakan isim sifat yang dimudhofkan. Artinya tidak merupakan isim sifat sama sekali.
Contoh:
البَيْتِ مِفْتاَحُ
kunci rumah
التِلْمِيْذِ كِتاَبُ
Buku murid
مَكْتَبُ بَرِيْدٍ
Kantor pos
2. Idhofah lafaziyyah yaitu idhofah yang tidak memberikan faedah mema’rifatkan mudhof (yaitu sekedar untuk meringankan bacaannya saja). Definisinya adalah keadaan mudhof merupakan isim sifat yang di mudhofkan.
Contoh:
عَظِيْمُ الْاَمَلِ
Yang besar cita-citanya
مُرَوَّعُ الْقَلْبِ
Yang di pelihara hatinya
قَلِيْلُ الْحِيَلِ
Sedikit tipu muslihatnya
Dalam idhofah lafazziyah, penambahan alif lam pada mudhof dibolehkan, karena sesungguhnya dari sisi makna bukanlah mudhof.
Contoh:
الْجَعْدُ الشَّعْرِ
Rambut yang bergumpal (alif lam berada pada lafaz yang di idhofati oleh mudhof ilaih itu).
Adapun adanya alif lam itu pada isim sifat, bisa dianggap cukup (alif lam pada mudhofnya saja, tidak ada pada mudhof ilaihnya), yaitu kalau isim sifat itu tasniyah atau jamak mudzakar salim.[5]
Contoh:
الْمُعَلِّمُوْ زَيْدٍ
Orang-orang (banyak) yang mengajari zaid
الْمُعَلِّماَ زَيْدٍ
Dua orang yang mengajari zaid.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghulayani, Syaih Musthofa.1992.الجمعد دروسل الرّبيّة.As-Shifa:Semarang
Munawari, Akhmad.2004.Belajar Cepat Tata Bahasa Arab.Norma Media
Idea: Yogyakarta
Pasmin, Drs, Dkk.2007.Bahasa Arab untuk Madrasah Tsanawiyah.Alfadinar:Surakarta
Basyir, Abdul, BA.2003.Pendidikan Bahasa Arab.Nuansa Aksara Grafika:Yogyakarta
Muhammad.1996.Matan Alfiyah.Al-Ma’arif:Bandung
Sukamto, Drs, M.A., Dkk.2005.Bahasa Arab.Pokja Akademik:Yogyakarta
[1] Akhmad Munawari. Belajar Cepat Tata Bahasa Arab. Hlm. 44
[2] Abdul Basyir, BA., Drs. Aris Madani, Drs. Mochlasin Sofyan, M.Ag., Pendidikan Bahasa Arab. 2003. Hlm.78
[3] Drs. Pasmin. Bahasa Arab untuk Madrasah Tsanawiyah. 2007. Hlm. 50
[4] Syekh Muhammad Bin A. Malik Al-Andalusy. Matan Alfiyah. 1996. Hlm. 211
[5] Ibid. Hlm. 212
Senin, 24 April 2017
gudang ilmu: STRUKTUR INTERN HUKUM
gudang ilmu: STRUKTUR INTERN HUKUM: STRUKTUR INTERN HUKUM A. Peraturan Hukum dan Peristiwa Hukum Peraturan hukum itu tidak boleh disamakan dengan dunia kenyataan, ia hanya m...
STRUKTUR INTERN HUKUM
STRUKTUR INTERN HUKUM
A. Peraturan Hukum dan Peristiwa Hukum
Peraturan hukum itu tidak boleh disamakan dengan dunia kenyataan, ia hanya memberikan kualifikasi terhadap dunia tersubut. Rumusan-rumusan yang tercantum dalam peraturan hukum itu seolah-olah sesuatu yang sedang tidur dan pada waktunya ia akan bangun manakala ada sesuatu yang menggerakkannya. Bolehlah ia diibaratkan pula dengan pistol dan picunya. Begitu picu itu ditarik maka meletuslah senjata itu.
Sesuatu yang bisa menggerakkan peraturan hukum sehingga ia secara efektif menujukkan potensinya untuk mengatur disebut peristiwa hukum. Peristiwa hukum ini adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang menggerakkan suatu peraturan tertentu sehingga ketentuan-ketentuan yang tercantum didalamnya lalu diwujudkan. Suatu peraturan hukum yang mengatur tentang kewarisan karena kematian akan tetap merupakan rumusan kata-kata yang diam sampai ada seseorang yang meninggal dan menimbulkan masalah kewarisan. Kematian orang itu merupakan suatu peristiwa hukum. Secara lebih terperinci kita bisa mengatakan sebagai berikut : apabila dalam masyarakat timbul suatu peristiwa, sedang peristiwa itu sesuai dengan yang dilukiskan dalam peraturan hukum, maka peraturan hukum itu pun lalu dikenakan kepada peristiwa tersebut.
Dari uraian dimuka dapat diketahui, bahwa tidak setiap peristiwa bisa menggerakkan hukum. Apabila A menggambil sepedah motor miliknya sendiri, maka timbullah suatu peristiwa. Peristiwa ini tidak menggerakkan hukum untuk bekerja, lain halnya apabila yang diambil oleh A adalah sepeah motor orang lain. Di sini hukum digerakkan untuk bekerja, oleh karena hukum memberikan perlindungan terhadap orang lain tersebut. Oleh karena itu hanya peristiwa-peristiwa yang dicantumkan dalam hukum saja yang bisa menggerakkan hukum dan untuk itu ia disebut sebagai peristiwa hukum.
Peristiwa-peristiwa seperti dilukiskan dalam peraturan hukum tidak sama dengan peristiwa-peristiwa sesungguhnya. Peraturan hukum itu hanya membuat suatu kerangka saja dari peristiwa yang bisa terjadi dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Ia hanya berupa garis besar yang bersifat bagan dari peristiwa sesungguhnya. (Vinogradoff, 1959:65). Di muka ia kita sebut sebagai stereotip tingkah laku dan hubungan-hubungan. Peristiwa yang sesungguhnya terjadi memang diperlukan untuk bisa menggerakkan hukum, tetapi tidak semua hal yang melekat pada peristiwa itu dianggap penting oleh hukum. Agar hukum itu bisa digerakkan, maka ia hanya membutuhkan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan, bahwa rumusan tingkah laku yang tercantum dalam peraturan hukum itu memang terjadi. Lebih dari itu hukum tidak membutuhkannya. Misalnya saja terdapat peraturan hukum yang melindungi orang dari perbuatan penganiayaan orang lain. Cara hukum melindungi adalah dengan merumusan stereotip tingkah laku yang disebut sebagai penganiayaan itu. Stereotip, bagan atau kerangka perbuatan penganiayaan itu, misalnya, adalah : merusak kesehatan, menimbulkan luka, menyebabkan tidak bisa bekerja, sampai kepada menyebabkan kematian. Hanyalah peristiwa-peristiwa yang dibutuhkan untuk membuktikan terjadinya keadaan seperti disebutkan diatas saja yang perlu dikemukakan disini. Peristiwa, suasana, sifat-sifat dan keadaan lain yang mengiringi peristiwa yang diperlukan sebagai bukti itu, boleh diabaikan saja. Dalam pembuktian di pengadilan, hakim mungkin juga akan menyinggung hal-hal yang sebetulnya tidak dibutuhkan untuk digolongkan ke dalam kata-kata sepintas lalu yang tidak menyinggung masalah sesungguhnya dan karenanya disebut obiter dicta, yang hanya merupakan komentar hakim terhadap perkaranya. Kata-kata yang diucapkan tanpa memberi pengaruh terhadap penetuan peristiwa hukumnya ini harus dibedakan dari ratio kenyataan, yang sebelumnya baru merupakan rumusan kata-kata dalam peraturan hukum saja.
Di muka dibicarakan tentang kelanjutan-kelanjutan yang mengikuti timbulnya suatu peristiwa hukum. Kelanjutan-kelanjutan ini juga dirumuskan dalam peraturan hukum. Dalam contoh mengenahi sewa-menyewa di muka, maka kelanjutan-kelanjutan tersebut di antaranya berupa kenikmatan yang dipetik oleh salah satu pihak, yaitu si penyewa. Kelanjutan-kelanjutan seperti ini, dalam bahasa kita lazim disebut sebagai akibat hukum. Kita sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan istilah ini, sekadar tidak membangkitkan kesan adanya hubungan sebab-akibat seperti norma alam.
Agar timbul akibat hukum seperti itu dibutuhkan syarat tertentu. Dalam contoh di muka, syarat itu berupa terjadinya suatu peristiwa dalam kenyataan yang memenuhi rumusan dalam peraturan hukum, yaitu adanya kegiatan sewa-menyewa. Syarat ini disebut sebagai dasar hukum. Dengan demikian, di sini disasarkan untuk membedakan antara dasar hukum dan peraturan hukum, yaitu yang menunjuk kepada peraturan hukum yang dipakai sebagai kerangka acuannya. Dalam pembicaraan sehari-hari keduanya sering dicampuradukkan.
Masyarakat atau kehidupan sosial sesungguhnya merupakan himpunan dari berbagai macam hubungan antara para anggotanya. Hubungan-hubungan inilah yang pada akhirnya membentuk kehidupan sosial itu. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kehidupan sosial itu merupakan jalinan dari berbagai hubungan yang dilakukan antara para anggota masyarakat satu sama lain. Hubungan-hubungan inni berkisar pada kepentingan-kepentingan. Kepentingan-kepentingan ditunjukkan kepada sasaran-sasaran dari yang paling kasar, seperti benda-benda ekonomi, sampai kepada yang paling halus. Dalam hal perkawinan, misalnya, sulit bagi kita untuk mengatakan, bahwa di situ terlibat sasaran yang bersifat decidendi, yang berisi peristiwa-peristiwa yang menentukan dalam keputusan hakim.
Di muka berulang kali dipakai kata “menggerakkan hukum” yang kiranya masih perlu dijelaskan artinya. Seperti telah diutarakan peraturan hukum memuat norma hukum yang mengandung penilaian serta rumusan yang bersifat hipotesis. Manakala pada suatu ketika terjadi peristiwa-peristiwa seperti dilukiskan dalam peraturan hukum, maka kelanjutan-kelanjutan yang mengikutinya akan tampil.
B. Peristiwa Hukum
Anggota-anggota masyarakat setiap hari mengadakan hubungan satu dengan lainnya yang menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan. Peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat dinamakan peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit).
Apabila sesorang meminjam sebuah sepeda dari orang lain, maka terjadilah suatu peristiwa, yakni peristiwa pinjam-meminjam. Dalam dunia hukum ditetapkan suatu kaedah yang menentukan, bahwa si peminjam berkewajiban mengembalikan benda yang dipinjamnya dan pemiliknya berhak memintakan kembali benda yang dipinjamkannya.
Atau lebih mudahnya yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit) adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum. Agar lebih jelas penyusunannya akan menyampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak semua peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh Pertama:
Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum, yakni hukum perkawinan. Misalnya timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Perhatikan pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan Pasal 34 Ayat (2)-nya menetapkan, “Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Contoh Kedua:
Peristiwa kematian seseorang. Peristiwa kematian seseorang secara wajar dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum. Misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Perhaikan Pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang itu akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh, yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Perhatikan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati atau pembunuh atau doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh Ketiga:
Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini pun terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Perhatikan Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, “Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Perbuatan subjek hukum (manusia dan badan hukum)
Peristiwa lain yang bukan perbuatan subjek hukum.
Perbuatan subjek hukum dapat pula dibedakan antara lain :
Perbuatan hukum yaitu segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban. Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hukum diberi akibat (mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak.
Perbuatan hukum itu terdiri dari ;
Perbuatan hukum sepihak yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula misalnya pembuatan surat wasiat, pemberian hadiah sesuatu benda (hibah), dsb.
Perbuatan hukum dua pihak ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa, dll
Perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum dibedakan :
Zaakwaarneming, yaitu perbuatan memperhatikan (mengurus) kepentingan orang lain dengan tidak diminta oleh orang itu untuk memperhatikan kepentingannya. Perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walaupun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh pihak yang melakukan perbuatan itu. Jadi akibat yang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu diatur oleh hukum tetapi perbuatan tersebut bukanlah perbuatan hukum.
Menurut Pasal 1354 KUHPerdata, pengertian Zaakwarneming adalah mengambil alih tanggung jawab dari sesorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk mengurus dirinya sendiri. Pasal 1354 KUHPerdata menyebutkan,” jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang tersebut, maka dia secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat mengerjakan sendiri urusan tersebut. Ia diwajibkan pula mengerjakan segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
Onrechtmatige daad (perbuatan yang bertentangan dengan hukum). Akibat suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh hukum, meskipun akibat itu itu memang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan tersebut. Dalam hal ini siapa yang melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan karena perbuatan itu. Jadi, karena suatu perbuatan bertentangan dengan hukum timbulah suatu perikatan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan. Asas ini terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum atau peristiwa hukum lainnya yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak merupakan akibat dari perbuatan subyek hukum, misalnya kelahiran seorang bayi, kematian seseorang , lewat waktu (kadaluarsa).
Kadaluarsa dibagi dua yaitu:
Kadaluarsa aquisitief adalah kadaluarsa atau lewat waktu yang menimbulkan hak.
Kadaluarsa extincief adalah kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban.
Kelahiran langsung menimbulkan hak anak yang dilahirkan untuk mendapat pemeliharaan dari orang tuanya dan menimbulkan kewajiban bagi orang tuanya untuk memelihara anaknya. Kematian juga merupakan peristiwa hukum karena dengan adanya kematian seseorang menimbulkan hak dan kewajiban para ahli warisnya. Kemudian, lewat waktu dapat mengakibatkan seseorang memperoleh suatu hak (acquisitieve verjaring) atau dibebaskan dari suatu tanggung jawab/kewajiban (extinctieve verjaring) setelah habis masa tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang terpenuhi.
C. Akibat Hukum
Yang dimaksud dengan akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. Akibat hukum inilah yang kemudian melahirkan suatu hak dan kewajiban bagi para subyek hukum.
Atau dengan kata lain, akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum. Contoh mengenahi akibat hukum, yaitu:
Terbitnya suatu hak dan kewajiban bagi pembeli dan penjual adalah akibat dari perbuatan hukum jual beli antara pemilik rumah dan pembeli rumah;
Penjatuhan hukuman terhadap seorang pencuri adalah akibat hukum dari adanya seseorang yang mengambil barang orang lain karena tanpa hak atau secara melawan hukum.
Perhatikan Pasal 362 KUH Pidana:
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknyan sembilan ratus rupiah”
KESIMPULAN
Peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang menggerakkan suatu peraturan tertentu sehingga ketentuan-ketentuan yang tercantum didalamnya lalu diwujudkan. Misalnya bisa diibaratkan seperti pistol dan picunya. Begitu picu itu ditarik maka meletuslah senjata itu. Peristiwa hukum dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum (perbuatan manusia) dan peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum (peristiwa yang bukan perbuatan manusia).
Atau bisa dikatakan juga bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku :
Kansil, C.S.T.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta: PT. Balai Pustaka.2008.
Machmudin, Dudu Duswara.Pengantar Ilmu Hukum.Bandung: PT. Refika Aditama.2010.
Rahardjo, Satjipto.Ilmu Hukum.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.2000.
Referensi Jurnal (Online) :
JurnalAcademia, HYPERLINK "http://www.academia.edu/download/38533363/PENGANTAR_ILMU_HUKUM.docx" http://www.academia.edu/download/38533363/PENGANTAR_ILMU_HUKUM.docx).
A. Peraturan Hukum dan Peristiwa Hukum
Peraturan hukum itu tidak boleh disamakan dengan dunia kenyataan, ia hanya memberikan kualifikasi terhadap dunia tersubut. Rumusan-rumusan yang tercantum dalam peraturan hukum itu seolah-olah sesuatu yang sedang tidur dan pada waktunya ia akan bangun manakala ada sesuatu yang menggerakkannya. Bolehlah ia diibaratkan pula dengan pistol dan picunya. Begitu picu itu ditarik maka meletuslah senjata itu.
Sesuatu yang bisa menggerakkan peraturan hukum sehingga ia secara efektif menujukkan potensinya untuk mengatur disebut peristiwa hukum. Peristiwa hukum ini adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang menggerakkan suatu peraturan tertentu sehingga ketentuan-ketentuan yang tercantum didalamnya lalu diwujudkan. Suatu peraturan hukum yang mengatur tentang kewarisan karena kematian akan tetap merupakan rumusan kata-kata yang diam sampai ada seseorang yang meninggal dan menimbulkan masalah kewarisan. Kematian orang itu merupakan suatu peristiwa hukum. Secara lebih terperinci kita bisa mengatakan sebagai berikut : apabila dalam masyarakat timbul suatu peristiwa, sedang peristiwa itu sesuai dengan yang dilukiskan dalam peraturan hukum, maka peraturan hukum itu pun lalu dikenakan kepada peristiwa tersebut.
Dari uraian dimuka dapat diketahui, bahwa tidak setiap peristiwa bisa menggerakkan hukum. Apabila A menggambil sepedah motor miliknya sendiri, maka timbullah suatu peristiwa. Peristiwa ini tidak menggerakkan hukum untuk bekerja, lain halnya apabila yang diambil oleh A adalah sepeah motor orang lain. Di sini hukum digerakkan untuk bekerja, oleh karena hukum memberikan perlindungan terhadap orang lain tersebut. Oleh karena itu hanya peristiwa-peristiwa yang dicantumkan dalam hukum saja yang bisa menggerakkan hukum dan untuk itu ia disebut sebagai peristiwa hukum.
Peristiwa-peristiwa seperti dilukiskan dalam peraturan hukum tidak sama dengan peristiwa-peristiwa sesungguhnya. Peraturan hukum itu hanya membuat suatu kerangka saja dari peristiwa yang bisa terjadi dalam kenyataan kehidupan sehari-hari. Ia hanya berupa garis besar yang bersifat bagan dari peristiwa sesungguhnya. (Vinogradoff, 1959:65). Di muka ia kita sebut sebagai stereotip tingkah laku dan hubungan-hubungan. Peristiwa yang sesungguhnya terjadi memang diperlukan untuk bisa menggerakkan hukum, tetapi tidak semua hal yang melekat pada peristiwa itu dianggap penting oleh hukum. Agar hukum itu bisa digerakkan, maka ia hanya membutuhkan peristiwa-peristiwa yang menunjukkan, bahwa rumusan tingkah laku yang tercantum dalam peraturan hukum itu memang terjadi. Lebih dari itu hukum tidak membutuhkannya. Misalnya saja terdapat peraturan hukum yang melindungi orang dari perbuatan penganiayaan orang lain. Cara hukum melindungi adalah dengan merumusan stereotip tingkah laku yang disebut sebagai penganiayaan itu. Stereotip, bagan atau kerangka perbuatan penganiayaan itu, misalnya, adalah : merusak kesehatan, menimbulkan luka, menyebabkan tidak bisa bekerja, sampai kepada menyebabkan kematian. Hanyalah peristiwa-peristiwa yang dibutuhkan untuk membuktikan terjadinya keadaan seperti disebutkan diatas saja yang perlu dikemukakan disini. Peristiwa, suasana, sifat-sifat dan keadaan lain yang mengiringi peristiwa yang diperlukan sebagai bukti itu, boleh diabaikan saja. Dalam pembuktian di pengadilan, hakim mungkin juga akan menyinggung hal-hal yang sebetulnya tidak dibutuhkan untuk digolongkan ke dalam kata-kata sepintas lalu yang tidak menyinggung masalah sesungguhnya dan karenanya disebut obiter dicta, yang hanya merupakan komentar hakim terhadap perkaranya. Kata-kata yang diucapkan tanpa memberi pengaruh terhadap penetuan peristiwa hukumnya ini harus dibedakan dari ratio kenyataan, yang sebelumnya baru merupakan rumusan kata-kata dalam peraturan hukum saja.
Di muka dibicarakan tentang kelanjutan-kelanjutan yang mengikuti timbulnya suatu peristiwa hukum. Kelanjutan-kelanjutan ini juga dirumuskan dalam peraturan hukum. Dalam contoh mengenahi sewa-menyewa di muka, maka kelanjutan-kelanjutan tersebut di antaranya berupa kenikmatan yang dipetik oleh salah satu pihak, yaitu si penyewa. Kelanjutan-kelanjutan seperti ini, dalam bahasa kita lazim disebut sebagai akibat hukum. Kita sebaiknya berhati-hati dengan penggunaan istilah ini, sekadar tidak membangkitkan kesan adanya hubungan sebab-akibat seperti norma alam.
Agar timbul akibat hukum seperti itu dibutuhkan syarat tertentu. Dalam contoh di muka, syarat itu berupa terjadinya suatu peristiwa dalam kenyataan yang memenuhi rumusan dalam peraturan hukum, yaitu adanya kegiatan sewa-menyewa. Syarat ini disebut sebagai dasar hukum. Dengan demikian, di sini disasarkan untuk membedakan antara dasar hukum dan peraturan hukum, yaitu yang menunjuk kepada peraturan hukum yang dipakai sebagai kerangka acuannya. Dalam pembicaraan sehari-hari keduanya sering dicampuradukkan.
Masyarakat atau kehidupan sosial sesungguhnya merupakan himpunan dari berbagai macam hubungan antara para anggotanya. Hubungan-hubungan inilah yang pada akhirnya membentuk kehidupan sosial itu. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kehidupan sosial itu merupakan jalinan dari berbagai hubungan yang dilakukan antara para anggota masyarakat satu sama lain. Hubungan-hubungan inni berkisar pada kepentingan-kepentingan. Kepentingan-kepentingan ditunjukkan kepada sasaran-sasaran dari yang paling kasar, seperti benda-benda ekonomi, sampai kepada yang paling halus. Dalam hal perkawinan, misalnya, sulit bagi kita untuk mengatakan, bahwa di situ terlibat sasaran yang bersifat decidendi, yang berisi peristiwa-peristiwa yang menentukan dalam keputusan hakim.
Di muka berulang kali dipakai kata “menggerakkan hukum” yang kiranya masih perlu dijelaskan artinya. Seperti telah diutarakan peraturan hukum memuat norma hukum yang mengandung penilaian serta rumusan yang bersifat hipotesis. Manakala pada suatu ketika terjadi peristiwa-peristiwa seperti dilukiskan dalam peraturan hukum, maka kelanjutan-kelanjutan yang mengikutinya akan tampil.
B. Peristiwa Hukum
Anggota-anggota masyarakat setiap hari mengadakan hubungan satu dengan lainnya yang menimbulkan berbagai peristiwa kemasyarakatan. Peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat dinamakan peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit).
Apabila sesorang meminjam sebuah sepeda dari orang lain, maka terjadilah suatu peristiwa, yakni peristiwa pinjam-meminjam. Dalam dunia hukum ditetapkan suatu kaedah yang menentukan, bahwa si peminjam berkewajiban mengembalikan benda yang dipinjamnya dan pemiliknya berhak memintakan kembali benda yang dipinjamkannya.
Atau lebih mudahnya yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfeit) adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum. Agar lebih jelas penyusunannya akan menyampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak semua peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh Pertama:
Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum, yakni hukum perkawinan. Misalnya timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Perhatikan pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan Pasal 34 Ayat (2)-nya menetapkan, “Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Contoh Kedua:
Peristiwa kematian seseorang. Peristiwa kematian seseorang secara wajar dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum. Misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Perhaikan Pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang itu akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh, yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Perhatikan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati atau pembunuh atau doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
Contoh Ketiga:
Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini pun terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban. Perhatikan Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, “Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
Perbuatan subjek hukum (manusia dan badan hukum)
Peristiwa lain yang bukan perbuatan subjek hukum.
Perbuatan subjek hukum dapat pula dibedakan antara lain :
Perbuatan hukum yaitu segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban. Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hukum diberi akibat (mempunyai akibat hukum) dan akibat itu dikehendaki oleh yang bertindak.
Perbuatan hukum itu terdiri dari ;
Perbuatan hukum sepihak yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula misalnya pembuatan surat wasiat, pemberian hadiah sesuatu benda (hibah), dsb.
Perbuatan hukum dua pihak ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua belah pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa, dll
Perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum dibedakan :
Zaakwaarneming, yaitu perbuatan memperhatikan (mengurus) kepentingan orang lain dengan tidak diminta oleh orang itu untuk memperhatikan kepentingannya. Perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walaupun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh pihak yang melakukan perbuatan itu. Jadi akibat yang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu diatur oleh hukum tetapi perbuatan tersebut bukanlah perbuatan hukum.
Menurut Pasal 1354 KUHPerdata, pengertian Zaakwarneming adalah mengambil alih tanggung jawab dari sesorang sampai yang bersangkutan sanggup lagi untuk mengurus dirinya sendiri. Pasal 1354 KUHPerdata menyebutkan,” jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang tersebut, maka dia secara diam-diam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya itu dapat mengerjakan sendiri urusan tersebut. Ia diwajibkan pula mengerjakan segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
Onrechtmatige daad (perbuatan yang bertentangan dengan hukum). Akibat suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh hukum, meskipun akibat itu itu memang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan tersebut. Dalam hal ini siapa yang melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan karena perbuatan itu. Jadi, karena suatu perbuatan bertentangan dengan hukum timbulah suatu perikatan untuk mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan. Asas ini terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum atau peristiwa hukum lainnya yaitu peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat yang tidak merupakan akibat dari perbuatan subyek hukum, misalnya kelahiran seorang bayi, kematian seseorang , lewat waktu (kadaluarsa).
Kadaluarsa dibagi dua yaitu:
Kadaluarsa aquisitief adalah kadaluarsa atau lewat waktu yang menimbulkan hak.
Kadaluarsa extincief adalah kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban.
Kelahiran langsung menimbulkan hak anak yang dilahirkan untuk mendapat pemeliharaan dari orang tuanya dan menimbulkan kewajiban bagi orang tuanya untuk memelihara anaknya. Kematian juga merupakan peristiwa hukum karena dengan adanya kematian seseorang menimbulkan hak dan kewajiban para ahli warisnya. Kemudian, lewat waktu dapat mengakibatkan seseorang memperoleh suatu hak (acquisitieve verjaring) atau dibebaskan dari suatu tanggung jawab/kewajiban (extinctieve verjaring) setelah habis masa tertentu dan syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang terpenuhi.
C. Akibat Hukum
Yang dimaksud dengan akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. Akibat hukum inilah yang kemudian melahirkan suatu hak dan kewajiban bagi para subyek hukum.
Atau dengan kata lain, akibat hukum adalah akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum. Contoh mengenahi akibat hukum, yaitu:
Terbitnya suatu hak dan kewajiban bagi pembeli dan penjual adalah akibat dari perbuatan hukum jual beli antara pemilik rumah dan pembeli rumah;
Penjatuhan hukuman terhadap seorang pencuri adalah akibat hukum dari adanya seseorang yang mengambil barang orang lain karena tanpa hak atau secara melawan hukum.
Perhatikan Pasal 362 KUH Pidana:
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknyan sembilan ratus rupiah”
KESIMPULAN
Peristiwa hukum adalah suatu kejadian dalam masyarakat yang menggerakkan suatu peraturan tertentu sehingga ketentuan-ketentuan yang tercantum didalamnya lalu diwujudkan. Misalnya bisa diibaratkan seperti pistol dan picunya. Begitu picu itu ditarik maka meletuslah senjata itu. Peristiwa hukum dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu: Peristiwa hukum karena perbuatan subjek hukum (perbuatan manusia) dan peristiwa hukum yang bukan perbuatan subjek hukum (peristiwa yang bukan perbuatan manusia).
Atau bisa dikatakan juga bahwa peristiwa hukum adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum ataupun akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu yang oleh hukum yang bersangkutan sendiri telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku :
Kansil, C.S.T.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta: PT. Balai Pustaka.2008.
Machmudin, Dudu Duswara.Pengantar Ilmu Hukum.Bandung: PT. Refika Aditama.2010.
Rahardjo, Satjipto.Ilmu Hukum.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.2000.
Referensi Jurnal (Online) :
JurnalAcademia, HYPERLINK "http://www.academia.edu/download/38533363/PENGANTAR_ILMU_HUKUM.docx" http://www.academia.edu/download/38533363/PENGANTAR_ILMU_HUKUM.docx).
MAHASISWA SEBAGAI AGENT OF CHANGE
AGENT OF CHANGE
Mahasiswa sebagai Agent of Change adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Kondisi bangsa saat ini jauh dari kondisi ideal, dimana banyak penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi tubuh bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnya kita melakukan perubahan terhadap hal ini. Alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi. Dari sekian banyak rakyat Indonesia, pastinya ada yang ingin memeberikan sesuatu terhadapa perubahan bangsa untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut.
Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.
Mahasiswa Sebagai “Social Control”
Mahasiswa bukan sebagai pengamat dalam peran ini, namun mahasiswa juga dituntut sebagai pelaku dalam masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa merupakan bagian masyarakat.
Idealnya, mahasiswa menjadi panutan dalam masyarakat, berlandaskan dengan pengetahuannya, dengan tingkat pendidikannya, norma-norma yang berlaku disekitarnya, dan pola berfikirnya. Namun, kenyataan dilapangan berbeda dari yang diharapkan, mahasiswa cenderung hanya mndalami ilmu-ilmu teori di bangku perkuliahan dan sedikit sekali diantaranya yang berkontak dengan masyarakat, walaupun ada sebagian mahasiswa yang mulai melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui program-program pengabdian masyarakat.
Mahasiswa yang acuh terhadap masyarakat mengalami kerugian yang besar jika ditinjau dari segi hubungan keharmonisan dan penerapan ilmu. Dari segi keharmonisan, mahasiswa tersebut sudah menutup diri dari lingkungan sekitarnya sehingga muncul sikap apatis dan hilangnya silaturrahim seiring hilangnya harapan masyarakat kepada mahasiswa. Dari segi penerapan ilmu, mahasiswa ynag acuh akan menyianyiakan ilmu yang didapat di perguruan tinggi, mahasiswa terhenti dalam pergerakan dan menjadi sangat kurang kuantitas sumbangsih ilmu pada masyarakat. Lalu jika mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka harapan seperti apa yang pantas disematkan pada pundak mahasiswa.
Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Pemuda sebagai pengganti generasi yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan dicintai, lemah lembut kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap kaum kafir.
Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah kondisi bangsa.
Lantas sekarang apa yang kita bisa lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut ? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya.
Mahasiswa sebagai Agent of Change adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Kondisi bangsa saat ini jauh dari kondisi ideal, dimana banyak penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi tubuh bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnya kita melakukan perubahan terhadap hal ini. Alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi. Dari sekian banyak rakyat Indonesia, pastinya ada yang ingin memeberikan sesuatu terhadapa perubahan bangsa untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut.
Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.
Mahasiswa Sebagai “Social Control”
Mahasiswa bukan sebagai pengamat dalam peran ini, namun mahasiswa juga dituntut sebagai pelaku dalam masyarakat, karena tidak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa merupakan bagian masyarakat.
Idealnya, mahasiswa menjadi panutan dalam masyarakat, berlandaskan dengan pengetahuannya, dengan tingkat pendidikannya, norma-norma yang berlaku disekitarnya, dan pola berfikirnya. Namun, kenyataan dilapangan berbeda dari yang diharapkan, mahasiswa cenderung hanya mndalami ilmu-ilmu teori di bangku perkuliahan dan sedikit sekali diantaranya yang berkontak dengan masyarakat, walaupun ada sebagian mahasiswa yang mulai melakukan pendekatan dengan masyarakat melalui program-program pengabdian masyarakat.
Mahasiswa yang acuh terhadap masyarakat mengalami kerugian yang besar jika ditinjau dari segi hubungan keharmonisan dan penerapan ilmu. Dari segi keharmonisan, mahasiswa tersebut sudah menutup diri dari lingkungan sekitarnya sehingga muncul sikap apatis dan hilangnya silaturrahim seiring hilangnya harapan masyarakat kepada mahasiswa. Dari segi penerapan ilmu, mahasiswa ynag acuh akan menyianyiakan ilmu yang didapat di perguruan tinggi, mahasiswa terhenti dalam pergerakan dan menjadi sangat kurang kuantitas sumbangsih ilmu pada masyarakat. Lalu jika mahasiswa acuh dan tidak peduli dengan lingkungan, maka harapan seperti apa yang pantas disematkan pada pundak mahasiswa.
Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”
Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.
Pemuda sebagai pengganti generasi yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan dicintai, lemah lembut kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap kaum kafir.
Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah kondisi bangsa.
Lantas sekarang apa yang kita bisa lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut ? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya.
URGENSI IJTIHAD dalam METODE STUDI ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mengingat pentingnya dalam syariat islam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, secara komprehensif karena memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiahyang sungguh-sungguh dan berkesinambungan.
Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan yang tidak ditunjukkan secara tegas oleh nash itu. Maka ijtihad menjadi sangat penting. Dasar hukumnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Maka dari itu karena banyaknya persoalan yang ada, kita sebagai umat dituntut untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan melaksanakan ijtihad.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mengingat pentingnya dalam syariat islam yang disampaikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, secara komprehensif karena memerlukan penelaahan dan pengkajian ilmiahyang sungguh-sungguh dan berkesinambungan.
Oleh karena itu, diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas persoalan yang tidak ditunjukkan secara tegas oleh nash itu. Maka ijtihad menjadi sangat penting. Dasar hukumnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Maka dari itu karena banyaknya persoalan yang ada, kita sebagai umat dituntut untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan melaksanakan ijtihad.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihad
Secara etimologi ijtihad berakar dari kata jahda yang berarti al-musyaqqah(yang sulit yang susah). Namun dalam Al-Qur’an kata jahda sebagaimana dalam QS. An-Nahl:38, An-Nur:53, Fathir:42 semuanya mengandung arti badzl al wus’i wa thaqati (pengrahan segala kesanggupan dan kekuatan) atau juga berarti al-mubalaghah fi al-yamin (berlebih-lebihan dalam sumpah).
Secara terminologi, ijtihad mempunyai makna:
mencurahkan segenap kemampuan dalam mencari hukum-hukum syar’i yang bersifat zhanni, dalam batas sampai dirinya merasa tidak mampu melebihi usahanya.
Penggalian kesungguhan dengan usaha optimal dalam menggali hukum syara’
Ibrahim Hosen mengidentikkan maknna ijtihad dengan al-istinbath. Istinbath berasal dari kata nabath (air yang mula-mula memancar dari sumur yang digali). Dengan demikian, menurut bahasa arti istinbath sebagai padanan dari ijtihad adalah “mengeluarkan sesuatu dari persembunyiannya”.
Syarat-syarat dan tingkatan mujtahid
Sesuai dengan syarat-syarat yang dimilikinya, mujtahid terbagi manjadi beberapa tingkatan:
1. Mujtahid mutlak
Adalah orang yang mampu menggali atau mengambil hukum-hukum cabang dari dalil-dalilnya, dan mampu pula menerapkan metode dan dasar-dasar pokok yang ia susun sebagai landasan atas segala aktivitas ijtihadnya . Mujtahid ini dibagi menjadi dua:
a. Mujtahid mutlak mustaqil, mujtahid yang dalam ijtihadnya menggunakan metode dan dasar-dasar yang ia susun sendiri. Ia tidak taqlid kepada mujtahid lainnya, dan bahkan metode dan dasar-dasar yang ia susun menjadi mazhab tersendiri. Yang termasuk mazhab ini umpamanya mazhab arba’ah (hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali)
b. Mujtahid mutlak muntasib, mujtahid yang telah mencapai derajat mutlak mustaqil tetapi ia tidak menyusun metode tersendiri. Mujathid ini tidak taqlid kepada imamnya tanpa taqlid dan keterangan, ia menggunakan keterangan imamnya untuk meneliti dalil-dalil dan sumber-sumber pengambilannya. Contohnya Al-Muzani dari mazhab Syafi’i dan al-Hasan bin Ziyad dari mazhab Hanafi.
2. Mujtahid mazhab
Orang yang mampu mengeluarkan hukum-hukum agama yang tidak atau belum dikeluarkan oleh mazhabnya dengan cara menggunakan metode yang telah disusun oleh mazhabnya itu. Misalnya Abu Ja’far al-Thahtawi dalam maazhab Hanafi. Mujtahid ini dibagi menjadi dua yaitu mujtahid Takhrij atau dikenal mujtahid ashhab al-Wujud dan mujtahid Tarjih atau dikenal dikenal mujtahid fatwa.
Untuk menjadi seorang mujtahid harus mengikuti syarat-syarat khusus, yaitu:
Syarat umum, terdiri atas muslim, baligh, dan sehat pikiran serta dhabit (kuat ingatannya)
Syarat-syarat keahlian dan profesionalitas mujtahid
Syarat-syarat pokok :
1. Penguasaan terhadap Al-Qur’an, Ulumul Qur’an, ayat-ayat ahkam, asbab al-nuzul, serta nasikh-mansukhnya, pendapat jumhur ulama.
Penguasaan terhadap sunnah, ulumul hadits, hadits-hadits ahkam, asbab al-wurud, nasikh-mansukhnya dsb.
2. Penguasaan terhadap ilmu bahasa Arab
3. Penguasaan ijma’ ulama yang sudah ditetapkan, sehingga hasil ijtihadnya tidak tumpang tindih
Syarat-syarat pelengkap (penyempurna)
1. Mengetahui hukum “bara’ah asliyah” yakni hukum asal sesuatu. Misalnya, pada dasarnya muamalah itu sah kecuali ada larangan.
2. Mengetahui substansi syariah, sehingga pemahaman ayat-ayat Al-Qur’an atau Sunnah tidak hanya teksnya saja, tetapi yang penting adalah substansi yang dikehendaki.
3. Mengetahui kaidah-kaidah umum. Misalnya kaidah-kaidah ushul dan kaidah-kaidah fi’liyah.
4. Mengetahui masalah-masalah khilafiyah yang sebelumnya telah diperdebatkan oleh para ulama. Misalnya mengetahui lafal musytarak “qur’un” bisa berarti suci atau juga haid.
5. Mengetahui tradisi tiap negara, karena tradisi itu dapat menetapkan hukum.
6. Mengetahui ilmu mantiq beserta balaghahnya.
7. Mempunyai keadilan dan kesalehan, seorang mujtahid dalam berijtihad tidak dilatarbelakangi oleh nafsu politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.
8. Mempunyai metode yang baik dalam memecahkan kasus.
9. Ia wara’ dan iffah.
10. Mempunyai penalaran yang tinggi dalam menganalisa masalah.
11. Hasil ijtihadnya dapat dipercaya.
12. Antara perbuatan dan pendapatnya terjadi relevansi.
B. Ijtihad dan dinamika dalam islam
Dewasa ini umat islam dihadapkan kepada sejumlah peristiwa kekinian yang menyangkut berbagai aspek kehidupan. Peristiwa-peristiwa itu memrlukan penyelesaian yang saksama, lebih-lebih untuk kasus yang tidak tegas ditunjuk nas. Dibalik itu, kata Roter Garaudy yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat, tantangan umat sekarang ada dua macam, taklid kepada barat dan taklid kepada masa lalu. Taklid model pertama muncul karena ketidakmampuan membedakan antara modernisasi dan cara hidup barat; sedangkan taklid model kedua muncul karena ketidakmampuan dalam membedakan syariat yang merupakan wahyu dan pandangan fuqaha masa lalu tentang syariat itu.
Maka umat islam dituntut untuk keluar dari kemelut itu dengan cara ijtihad. Oleh karena itu, ijtihad menjadi sangat penting walaupun tidak bisa dilakukan setiap orang. Adapun kepentingannya itu disebabkan oleh hal-hal berikut:
Jarak antara kita dengan masa tasyri’ semakin jauh. Jarak yang jauh itu memungkinkan terlupakannya beberapa nas, khususnya alam as-Sunnah, yaitu masuknya hadis-hadis palsu dan perubahan pemahaman tentang nas. Oleh karena itu, para mujtahid dituntut secara bersungguh-sungguh menggali ajaran islam yang sebenarnya melalui ijtihad.
Syariat disampaikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah secara komprehensif, memerlukan penelaahan dan pengkajian yang sungguh-sungguh. Di dalamnya terdapat yang ‘am dan khas, muthlaq dan muqayyid, hakim dan mahkum, nasikh dan mansukh, serta yang lainnya yang memerlukan penjelasan para mujtahid.
Dilihat dari fungsinya, ijtihad berperan sebagai penyalur kreativitas pribadi atau kelompok dalam merespon peristiwa yang dihadapi sesuai dengan pengalaman mereka. Ijtihad juga memberi tafsiran kembali atas perundang—undangan yang sifatnya insidental sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku pada masanya dan tidak melanggar prinsip-prinsip umum, dalil-dalil qully dan maqashid al-syariat. Ijtihad juga berperan sebagai interpreter terhadap dalil-yang zhanni al-wurud atau zhanni al-dalalah. Ijtihad diperlukan untuk mecari pemecahan islami untuk masalah-masalah kehidupan kontemporer.
Metode istinbath hukum islam
Metode istinbath dibagi menjadi empat macam, yaitu:
Pertama, metode bayani, yaitu metode istinbath hukum islam yang mana cara pemecahan kasus/masalah langsung digali dari Al-Qur’an dan as-Sunnah. Tugas mujtahid disini adalah menjelaskan, menguraikan, dan menganalisis isi kandungan kedua sumber itu, sehingga dapat dikeluarkan produk hukum. Asumsi metode bayani adalah bahwa seluruh masalah yang terjadi pada manusia telah ditercaver di dalam kedua sumber tersebut, sehingga tidak ada dalil lagi kecuali dari keduanya. Metode bayani dibagi menjadi empat bagian:
Dilihat dari segi kandungan lafal terhadap makna; seperti lafal yang umum atau khusus, mutlak atau terbatas, larangan atau perintah.
Dilihat dari segi penggunaan lafal dalam makna; seperti masalah hakikat, majaz, sharih dan kinayah
Dilihat dari segi petunjuk lafal terhadap makna; seperti masalah dhahir, nash, musafir, dan muhkam, atau khafi, musykil, mujmal dan mutasyabih
Dilihat dari segi cara bagaimana lafal menunjukkan makna; seperti masalah yang tersurat (manthuq) dan tersirat (mafhum)
Kedua, metode ijma’(kesepakatan), yaitu menetapkan dan memutuskan suatu perkara dan berarti pula sepakat atau bersatu dalam pendapat. Persetujuan pendapat berdasarkan ijma’ ini misalnya adalah permasalahan KB (Keluarga Berencana) yang merupakan hasil kesepakatan ulama (dalam MUI) di Indonesia.
Ketiga, metode qiyasi yaitu metode istinbath hukum islam yang mana cara pemecahan kasus/masalah tidak langsung ditunjuk dari Al-Qur’an dan Sunnah, melainkan berdasarkan persamaan motif (illat). Karena hukum yang dipecahkan belum ada dasar hukumnya, maka ia dapat menganalogikan dengan dasar hukum kasus/masalah lain berdasarkan kesamaan motif. Metode ta’lili terbagi menjadi qiyas aula (lebih tinggi) dan qiyas adna (lebih rendah); qiyas jali (terang) dan qiyas khafi(tersembunyi). Contohnya dalam menentkan zakat fitrah. Karena di zaman nabi belum ada persoalan padi, maka zakat fitrah kurma/gandum diqiyaskan dengan padi/beras.
Keempat, metode istishlahi, yaitu metode istinbath hukum islam yang mana cara pemecahan kasus tidak langsung dirujuk dari Al-Qur’an dan as-Sunnah, melainkan berdasarkan pertimbangan kemaslahatan yang diambil dari prinsip-prinsip dasar kedua sumber. Kasus yang dipecahkan tidak ada acuan dalil, sehingga hanya mengambil hikmah atau falsafah hukum yang terkandung dalam nash untuk kemudian diterapkan dalam pemecahan kasus tersebut. Asumsi metode istishlah yaitu, bahwa tidak semua kasus yang terjadi pada manusia telah terkaver didalam kedua sumber tersebut, tetapi pada prinsipnya Al-Qur’an dan as-Sunnah telah memberikan prinsip-prinsip dasar dalam istinbath hukum islam yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia. Tugas mujtahid disini adalah mencari prinsip-prinsip dasar dalil untuk kemudian diterapkan dalam hukum islam agar umat Islam dapat memperoleh kemaslahatan berdasarkan hukum tersebut.
Macam-macam metode istishlah sebagai berikut:
Maslahah Mursalah, yaitu menetapkan hukum dalam hal-hal yang sama sekali tidak disebutkan didalam nash, dengan pertimbangan hidup manusia, dan bersendikan asas menarik kemaslahatan dan menolak kemudharatan. Maslahah mursalah dapat diterapkan jika ia benar-benar dapat menarik maslahah dan menolak mudarat melalui penyelidikan terlebih dahulu, dan ketetapan bersifat umum bukan untuk kepentingan perseorangan serta hasil yang tidak bertentangan dengan nash. Metode ini hanya dipakai oleh Imam Malik, dimana divaliditasnya dibawah derajatnya Al-Qur’an, Sunnah, ijma’, dan amal ahlul Madinah, sementara Imam Syafi’i menolak.
Istihsani, yaitu memandang lebih baik dilakukan atau ditetapkan hukumnya, yang sesuai dengan tujuan syari’ah. Prosedurnya adalah menentukan ketentuan dalil khusus dan mengamalkan ketentuan dalil umum. Istihsan diterapkan jika dipandang perlu untuk kepentingan yang dilalui dan memenuhi tujuan tuntutan syari’ah. Istihsan hanya dipakai oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, sedangkan Imam Syafi’i menolaknya, bahkan menentang dengan fatwa:
“Siapa yang menggunakan Istihsan, ia telah sungguh-sungguh menentang hukum syara’ dalam agama”.
Kiranya Imam Syafi’i salah paham dalam masalah ini. Ia memandan istihsan sebagai penetapan suatu hukum menurut sesuka hati tanpa didasari dengan suatu dalil. Padahal istihsan sebenarnya adalah mengambil dari dua dalil atau lebih yang dipandang lebih kuat. Kalau istihsan dengan pengertian ini, maka Imam Syafi’i juga mempergunakan dengan istilah munasabah atau istishhab.
Istishhabi, yaitu melangsungkan keberlakuan ketentuan hukum yang ada, sehingga terdapat ketentuan adil yang mengubahnya. Istishhab yang dimaksud baik berupa istishhab ‘aqli (melangsungkan dalil yang merubahnya), maupun istishhab syar’i (melangsungkan keberlakuan hukum syara’ berdasarkan suatu dalil yang dan tidak ada dalil yang mengubahnya. Sebagian besar pengikut Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali, serta Zhahiri berhujjah dengan istishhab. Namun Abu zaid seorang ulama Hanafi memandang istishhab sebagai penolakan terhadap ketetapan nash dan mengubah ketetapan yang telah ada, bukan untuk menetapkan hukum baru.
Amal ahlul Madina, yaitu tradisi yang dilakukan oleh penduduk Madinah, dan tradisi itu diduga kuat warisan dari Sunnah Rasulullah SAW. Imam Malik mempergunakan Amal ahlu Madinah sebagai hujjah, sedangkan Imam Syafi’i menolaknya.
‘Urfi, yaitu tradisi (adat) yang dilakukan oleh masyarakat, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Tradisi tersebut dilakukan secara kontinu dan seakan-akan merupakan hukum tersendiri. Jumhur Ulama mempergunakan ‘urf, hanya saja nereka berbeda cara menentukan. Artinya, ‘urf masyarakat mana yang perlu dijadikan hujjah. Ulama Malikiyah mempergunakan ‘urf ahlu Madinah, ulam Hanafiah mempergunakan ‘urf penduduk kuffah, sedangkan ulama syafi’iayah menggunakan ‘urf masyarakat Baghdad yang dikewnal dengan “qawl qadim” (pendapat lama), dan masyarakat Mesir yang dikenal dengan “qawl jadid” (pendapat baru).
Mazhab Shahabi, yaitu pendapat-pendapat dari hasil ijtihad para sahabat Nabi SAW., ketika Nabi sudah meninggal dunia. Apabila pendapat sahabat Nabi SAW. itu diduga keras warisan Nabi SAW., maka jumhur ulama sepakat menjadikannya sebagai hujjah. Namun kalau diduga bukan bukan dari warisan Nabi SAW., maka pendapat ini tidak dapat dijadikan hujjah. Imam Ahmad bin Hambal mendahulukan Hadist Mursal dan Dhaif dari ada mazhab shahabi, sedangkan al-Syaukani menganggap mazhab shahabi seperti pendapat kebanyakan para mujtahid, yang tidak harus diikuti.
Sadd al Dzari’ah, yaitu menghambat, menghalangi, dan menyumbat semua jalan yang menuju kerusakan atau maksiat. Tujuan metode ini adalah untuk menarik kemaslahatan. Pada awalnya, perbuatan yang dimaksud tidak memiliki hukum apapun, tetapi jika dibiarkan lazimnya akan menjerumusnya pelakunya kepada perbuatan dosa, seperti bermain kartu remi, yang lazimnya berujung pada perjudian.
Terhadap ketiga metode tersebut, terdapat tiga alternatif keberlakuannya, yaitu:
Model Hierarki, yaitu memberlakukan model ijtihad diatas dengan mendahulukan yang lebih tinggi derajatnya untuk kemudian disusul metode dibawahnya. Metode bayani harus lebih dahulu daripada metode qiyas dan metode qiyas harus lebih dahulu dari pada metode istishlahi.
Model proporsional, yaitu, memberlakukan metode ijtihad tersebut berdasarkan kasus yang dihadapi. Artinya, seseorang mujtahid tidak harus berurutan dalam menggunakannya. Boleh jadi, metode istishlahi didahulukan dari pada metode qiyas, jika porsi kasus yang dihadapi cocok dipecahkan dengan metode istishlahi.
Model ekletik, yaitu memberlakukan metode ijtihad dengan campuran, sebab tidak satupun kasus dapat dipecahkan dengan satu metode. Ketiga metode digunakan dengan simultan merupakan jalan terbaik, sehingga pertimbangan hukum menjadi lebih kuat.
Ustadz Hakim membagi ijtihad dengan ijtihad ‘aqli dan ijtihad syar’i ijtihad ‘aqli adalah ijtihad yang hanya menggunakan akal sebagai hujah untuk dijadikan sebagai syar’i dengan mempertimbangkan masalah dan menarik kemudharatan. Sedangkan ijtihad syar’i hanya menggunakan naql yang dijadikan sebagai hujah-hujah syar’i. Ijtihad aqli sama dengan metode qiyas dan istishlahi. Sedangkan ijtihad syar’i sama dengan metode bayani.
C. Model-model ijtihad
Kelahiran para mujtahid ini sungguh diperlukan untuk menjelaskan hukum-hukum Allah tentang berbagai masalah baru yang dihadapi oleh zaman, kendatipun model ijtihad yang dilakukan adalah ijtihad perbidang atau permasalah, bukan ijtihad mutlak.
Al-Syathibi menawarkan beberapa model ijtihaj sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
Model ijtihad yang terkait dengan penegasan manath al-hukm (kesepakatan pada suatu hukum berdasarkan persamaan sifat ‘illat, seperti mencopet dipersamakan dengan mencuri). Model ini merupakan penetapan status hukum berdasarkan dasar substantive syari’at, tetapi ketetapan detailnya berdasarkan kondisi. Contohnya : penetapan definisi fakir, pembatasan kadar nafkah untuk istri dan keluarganya, penetapan besaran benda criminal.
Model ijtihad yang terkait dengan penilaian terhadap manath al-hukm. Model ini juga disebut ta’wil zdahir. Maksudnya bahwa posisi masalah yang dihukumi disebutkan pula, dengan yang masalah lainnya, dalam teks sehingga dapat dilakukan penilaian di dalamnya melalui ijtihad. Dengan model ini dapat diambil sebagai sandaran dan mana yang tidak dapat.
Model ijtihad yang terkait dengan pengeluaran manath. Yakni ijtihad qiyasi (ijtihad analogi), dimana teks yang menunjuk hukum tidak bertentangan dengan manath.
Model yang berkaitan dengan penegasan jenis manath. Seperti penetapan jenis upah pengembala, penetapan jenis perbudakan yang dipakai standar untuk pemerdekaan budak sebagai denda dan suatu pelanggaran (hal ini dikembalikan pada jenis dan bukan pada personal).
Model ijtihad yang terakhir ini membutuhkan ilmu dan persyaratan yang sangat luas. Karenanya mujtahid dalam model ini kadang tidak diketemukan dalam suatu zaman, meskipun sebenarnya dapat dikatakan bahwa mujtahid tidak pernah berhenti dari zaman ke zaman (Al-Syathibi, Al-Muwafaqat, 4:58).
D. Spesialisasi dan aliran-aliran.
Jika dicermati, dikalangan para fuqaha’ terdapat aliran-aliran tertentu yang membedakan satu dengan yang lain karena perbedaan metode berpikir dan berijtihad. Masing-masing fuqaha’ mempunyai disiplin (spesialisasi) yang berbeda-beda pula. Misalnya, Umar Bin Khattab mempunyai aliran yang jelas berbeda dengan sahabat penting lainnya, seperti Abdulah ibn Mas’ud dan Zaid ibn Stabit.
Ibn al-Qayyim menjelaskan dalam buku A’laam al-Muwaqq’in, bahwa Ibn Mas’ud sedikitpun tidak bertentangan dengan Umar ubn al-Khattab. Al-Sya’bi berkata, “tiga tokoh yang sebagian diantaranya merasa membutuhkan yang lainnya adalah umar, Abdullah ibn Mas’ud, dan Zaid ibn Tsabit. “ sebagian para tabi’in menyatakan, “kami terdorong untuk menemui Umar, ternyata (saya ketahui) bahwa para fuqaha’ di mata Umar bagaikan anak-anak kecil, dimana ilmu dan keahliannya jauh diatas mereka. “adapun di antara para perawi ilmu Umar adalah Sa’id ibn Musayyab.
Ali ibn Thalib juga mempunyai aliran tersendiri yang diikuti oleh Ubay ibn Ka’ab dan Musa al-asy’ari. Ijtihad dan fatwa-fatwanya tersebar luas, hanya saja Syi’ah telah merusaknya karena ia terlalu berlebihan menyandarkan pendapat-pendapat pribadi kepada Ali, padahal itu bukan hasil ijtihad Ali. Oleh karena itu anda menemukan ahli hadist yang tidak mendasarkan hadist dan fatwa-fatwanya kecuali yang dibawakan oleh Ahahl Bait atau para periwayat yang benar-benar dapat dipercaya dari kalangan-kalangan sahabt-sahabat Abdullah ibn Mas’ud.
Aisyah ra juga mempunyai aliran tersendiri yang diikuti dan ditekuni oleh sejumlah para sahabat senior. Masruq, salah seorang tokoh tabi’in berkata, “Aku pernah melihat sekelompok wanita tua dari sahabat Rasulullah SAW yang menanyakan kepada Aisyah tentang Faraid (ilmu pembagia harta waris).” Ternyata, Aisyah adalah seseorang pelopor ilmu tentang pembagian harta waris, hokum-hukum, dan halal-haram. Diantara alirannya adalah Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar dan Urwah ibn Zabir (keduanya adalah fuqaha’ Madinah dari kelompok tujuh).
Metode berfikir dan fatwa Aisyah telah dikemukakan oleh sebagian orang dan tidak ketinggalan apa yang ditulis oleh imam Badruddin al-Zarkasyi tentang ini dalam bukunya Al-ijabah fii maa Istadrakat ‘Aisyah ‘ala al-shahabah, da ternyata tampak dalam buku itu pandangan, kebenaran kritik, kemampuan menghafal, serta kehebatan melukis Aisyah.
Ibn ‘abbas juga mempunyai aliran, apalagi di Makkah seperti halnya Abdullah ibn Umar mempunyai aliran di Madinah, di mana aliran ini cenderung kepada aliran Umar dan Zaid. Juga Ibn Mas’ud, ia mempunyai aliran fikih di kufah. Karena itu, perkembangan berikutnya, para tabi’in pun mempunyai aliran sebagaimana kita temukan.
Di makkah kita temukan Ikrimah Maula ibn Abbas dan ‘Atha’ ibn Abi Rabah al-Jundi al-Yamani. Dia berkulit hitam, matanya yang satu buta, pipih hidungnya, cacat kakinya, lumpuh, dan keriting rambutnya.lalu dimasa tua matanya menjadi buta total. Akan tetapi, ia mempunyai kelebihan ilmu, dimana ia tidak mengeluarkan fatwa untuk orang lain di hari-hari haji karena perintah dari khalifah Umayyah Abd al-malik ibn Marwan.
Di madinah terdapat Sa’id ibn Musayyab, Urwah ibn Zabir, Qasin ibn Muhammad, Sulaiman ibn Yasar, Ubaidillah ibn ‘utbah, Abu Bakaribn Abd al-Rahman, Kharijah ibn Zaid, Salim ibn Abdullah ibn Umar, Abu Salmah ibn Abdurrahman ibn ‘Auf, Abban ibn Utsman ibn Affan, dan Ali ibn Husain Zainal Abidin.
Di Kufah yang antara lain para murid Abdullah ibn Mas’ud adalah al-Qamah dan al-Nakh’I, Ibrahim al-Nakh’I, Syarih al-Qadli, Abdullah ibn Utbah, Aswad ibn Yazid, Yazid ibn Syarahbil al-Sya’bi, Masyiruq ibn al-‘Ajda’, Said ibn Jabir, dan lain-lain.
Di Basrah terdapat aliran abu Musa al-‘asy’ari, Anas ibn Malik, Hasan al-Bashri, Muthraf ibn ‘Abdillah, Muhammad ibn Sirin, Ziyad ibn Fairus, dan lain-lain.
Di syam terdapat murid-murid ‘Ubadah ibn Shamid, Abu Darda’ Makhul ibn abi Muslim, Raji’ ibn Hayat, Umar ibn Abd al-Aziz, Syarahbil ibn Abi Samith, dan lain-lain.
Di Mesir dan Afrika Utara terdapat Yazid ibn Habib, Ja’far ibn Abi Rabi’ah, Abdurrahman ibn Rafi’, dan lain-lain.
Metode-metode para fuqafa’ ini berbeda-beda, hingga ada yang disebut aliran hadist (ahl al-Hadist), aliran rasio (ahl al-Ra’yu), dan aliran gabungan antara keduannya, seperti hal itu pernah dijelaskan oleh ibn Qutaibah dalam bukunya Al-Ma’aarif, Syathibi dalam muwafaaqaat, ibn al-Qayyim dalam A’lam al-muwaqqi’in,. Yaitu,pengklasifikasian yang harus mendapatkan kajian ulang. Selanjutnya, aliran hadist cenderung berpegang pada hadist-hadist dan membenci pencabangan persoalan serta kajian-kajian terhadap motif hadist (‘illat). Aliran rasio (ra’yu) lebih menekankan pada qiyas atau pendayagunaan akal daripada teks-teks hadist. Aliran hadist menamakan aliran rasio dengan nama al-Ra’aitiyyun (dari kata ra’a mengetahui). Sebab mereka selalu mencabang-cabangkan persoalan sampai sedetail-detailnya, lagipula mereka sering mengatakan,
“Apa kamu mengetahui yang ini… itu…; dan apakah kamu mengetahui jika hal itu… ini…., begini….; hingga pernah terjadi seorang, Asid ibn Murad, menghadap imam Malik mengajak berdiskusi, lalu ia memerincikan masalah sampai sedetail-detailnya”.
Lalu beliau menjawab
“Mengapa masalahnya diputar-putar, jika kau menghendaki ini, kau harus pergi ke Irak, disana gudangnya aliran rasio, dan di Madinah ini tempatnya aliran hadist.”
Jika demikian ahl ra’yi terlalu menekankan rasio, sedangkan ahl al-Hadist terlalu menekankan pendapatnya pada hadist sampai-sampai tanpa pemikiran.
Sebagian ahl al-ra’yi bertanya kepada salah seorang dari ahl al-hadist tentang masalh anak kecil laki-laki dan perempuan yang sesusuan dari kambing. Setelah dewasa, apakah keduanya diperbolehkan menikah. Ahl al-hadist menjawab, “keduanya haram menikah karena sesusuan.” Lalu, ahl ra’yu bertanya lagi tetang teks hadist mana yang mengharamkannya. Maka, ahl- al hadist menjawa dengan sabda Rasulullah.
“Setiap anak laki-laki dan perempuan yang sesusuan, maka haram (menikahi) salah satunya depada orang lain.”
Ahl al-ra’yi menjawab sambil tertawa,
“Rasulullah SAW bersabda, “kedua anak laki-laki dan perempuan yang berkumpul pada buah dada yang satu, tidak mengatakan pada sesusuan (dengan hewan),” dan hadist ini menetapkan hokum bagi antaranak adam dan tidak antara kambing dan anak adam.
Terlepas dari itu, mereka telah bersikap tidak senonoh terhadap yang lain, padahal keduannya sama-sama salah. Karenanya, seharusnya kelompok pertama juga memperhatikan prinsip-prinsip dasar yang antara lain hadist, dan kelompok kedua juga memperhatikan aspek pemahaman (fikih). Jika ini tidak dilakukan, ahlu al-hadist hanya akan mengambil wahyu tanpa dapat dipahami kandungannya.
Sementara itu, generasi yang datang setelah para tabi’in, mempunyai ciri-ciri khusus dalam permasalahan metode-metode dan usul-usulnya. Mereka ini seperti Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tsabat (80-150H) Malik ibn Anas (96-179H), Laits ibn Sa’ad (94-195H), Muhammad ibn Idris al-syafi’I (150-204H), Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal (164-241H). Ja’far al-Shadiq ibn Muhammad al-baqir (80-148H), Zaid ibn Ali Zainal Abidin (80-122H), Daud al-Zahiri (202-270H), al-‘Auza’I (88-157H), dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Secara etimologi ijtihad berakar dari kata jahda yang berarti al-musyaqqah(yang sulit yang susah).
Secara terminologi, ijtihad mempunyai makna:
mencurahkan segenap kemampuan dalam mencari hukum-hukum syar’i yang bersifat zhanni, dalam batas sampai dirinya merasa tidak mampu melebihi usahanya.
Penggalian kesungguhan dengan usaha optimal dalam menggali hukum syara’.
Tingkatan mujtahid dibagi menjadi 2 yaitu : mujtahid mutlak dan mujtahid madzhab dimana mujtahid itu harus memenuhi syarat-syarat pokok dan syarat-syarat pelengkap.
Adapun pentingnya ijtihad itu disebabkan oleh hal-hal berikut:
Jarak antara kita dengan masa tasyri’ semakin jauh. Jarak yang jauh itu memungkinkan terlupakannya beberapa nas, khususnya alam as-Sunnah, yaitu masuknya hadis-hadis palsu dan perubahan pemahaman tentang nas.
Syariat disampaikan dalam Al-Qur’an dan Sunnah secara komprehensif, memerlukan penelaahan dan pengkajian yang sungguh-sungguh.
Metode istinbath dibagi menjadi empat macam, yaitu:
Metode Bayani
Metode Ijma’
Metode Qiyasi
Metode Istislahi
Al-Syathibi menawarkan beberapa model ijtihaj sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
Model ijtihad yang terkait dengan penegasan manath al-hukm (kesepakatan pada suatu hukum berdasarkan persamaan sifat ‘illat, seperti mencopet dipersamakan dengan mencuri).
Model ijtihad yang terkait dengan penilaian terhadap manath al-hukm. Model ini juga disebut ta’wil zdahir.
Model ijtihad yang terkait dengan pengeluaran manath. Yakni ijtihad qiyasi (ijtihad analogi), dimana teks yang menunjuk hukum tidak bertentangan dengan manath.
Model yang berkaitan dengan penegasan jenis manath. Seperti penetapan jenis upah pengembala, penetapan jenis perbudakan yang dipakai standar untuk pemerdekaan budak sebagai denda dan suatu pelanggaran (hal ini dikembalikan pada jenis dan bukan pada personal).
Dalam berijtihad, para mujtahid mempunyai banyak aliran dan spesialisasi tersendiri menurut aliran mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Abd,Atang. Hakim dan Mubarok,Jaih.2000. Metodologi Studi Islam.Bandung: Remaja Rosdakarya
Khoiriyah.2013. Metodologi Studi Islam.Yogyakarta: Teras.
Muhaimin.2005.Studi Islam.Jakarta: Kencana Prenada Media.
Nurhakim,Moh.2004.Metodologi Studi Islam.Malang: UMM Press.
Contoh Esai
Peranku Sebagai Agen Perubahan Bagi Kemajuan Bangsa
Saat ini, negeri kita sedang menghadapi problematika yang sangat rumit di segala bidang baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, sosial, moral dan sebagainya. Misalnya dalam bidang ekonomi seperti masih tingginya angka kemiskinan, korupsi merajalela, dilanjutkan lagi dalam bidang pendidikan seperti pendidikan yang tidak merata, banyaknya tawuran antar pelajar, dan pada bidang sosial seperti perang saudara, kriminalitas, dll. Serta yang paling krusial adalah demoralisasi yang terjadi di kalangan masyarakat baik di kalangan pejabat tinggi, wakil rakyat, mahasiswa, pelajar SMA bahkan pelajar SMP dan SD pun mengalami krisis moral tersebut. Sungguh dramatis dan miris sekali jika kita lihat sekarang di hampir semua layar kaca dan media informasi lain yang menayangkan bagaimana krisis moral ini sudah menular dan menggrogoti semua lapisan masyarakat dari para petinggi negara hingga para pemuda yang akan menjadi penerus bangsa di kemudian hari.
Demoralisasi tidak dipungkiri telah memasuki ranah mahasiswa, banyak kasus penyimpangan moral yang telah dilakukan mahasiswa seperti banyaknya masalah video porno, anarkisme, narkoba, seks bebas, dan sebagainya. Sedangkan kita tahu bahwa kita sebagai mahasiswa IAIN Ponorogo telah disiapkan menjadi penerus bangsa yang akan membangun, melanjutkan, dan memajukan bangsa indonesia kelak di masa depan. Mahasiswa lah yang menjadi bibit-bibit pejuang selanjutnya yang menjadi agen of change di segala bidang dan menjadi social control yang akan terus menjunjung tinggi keterbukaan dan transparansi dalam melaksanakan pemerintahan agar lebih mensejahterakan rakyatnya dan meminimalisir tingkat penyelewengan di tingkat aparatur negara. Globalisasi adalah salah satu hal yang telah membentuk dan mencetak generasi muda di masa depan. Dengan adanya globalisasi dan banyaknya teknologi canggih yang ada dan mudahnya mengakses internet menjadi jalan mulus semakin tingginya demoralisasi mahasiswa.
Esai yang saya tulis ini dimaksudkan untuk memberikan sedikit kontribusi terhadap upaya untuk merevitalisasi peran mahasiswa sebagai agen of change dan social control. Revitalisasi disini maksudnya adalah proses dan bagaimana cara kita mengoptimalkan kembali peran kita sebagai mahasiswa yang terdidik, dimana kita ketahui bahwa peran tersebut sedikit demi sedikit mengalami degradasi jika dibandingkan dengan mahasiswa pada zaman sebelum dan awal kemerdekaan, diawal kemerdekaan mahasiswa menjadi penggerak perubahan yang semula Indonesia menjadi negara jajahan banyak negara hingga menjadi negara merdeka hingga saat ini. Dan pada masa awal kemerdekaan dan orde baru menjadi social control bagi pemerintah yang tidak transparansi dan tidak adil dalam memegang amanah rakyat.
Untuk itu saya sebagai penulis ingin memberikan sebuah alternatif sederhana cara atau upaya untuk mengembalikan itu semua yaitu dengan rasa kebersyukuran sebagai langkah awal mahasiswa sebagai agen of change dan social control yang baik dan berkualitas. Mengapa rasa kebersyukuran? Karena sekarang ini kita tidak lagi menghadapi musuh dari luar yang berupa fisik tapi kita sedang menghadapi musuh dari dalam, yaitu diri sendiri dan nafsu. Syukur atau rasa kebersyukuran disini maksudnya adalah rasa terimakasih dan selalu merasa cukup terhadap apa yang dimilikinya dan yang tentunya telah didahului dengan usaha yang maksimal.
Kita sebagai mahasiswa dengan rasa kebersyukuran pastinya di masa depan akan melahirkan para penerus bangsa yang bertanggung jawab dan tidak akan mudah menerima dan mengambil sesuatu yang tidak harus dimilikinya. Mahasiswa yang sejak dini di tanamkan rasa kebersyukuran dan kelak akan menjadi pemimpin bangsa akan terus berusaha melakukan sesuatu dengan maksimal dan akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk rakyatnya. Rasa kebersyukuran seperti pelengkap terhadap tingginya intelektualitas mahasiswa. Dengan adanya rasa kebersyukuran maka perubahan itu akan dengan sendirinya tumbuh baik dalam diri sendiri dan akan mengakibatkan perubahan dan manfaat pada orang lain dengan tidak menyelewengkan kekuasaan atau posisi yang sedang diduduki dan akan merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Dengan adanya rasa kebersyukuran diharapkan kita sebagai mahasiswa IAIN Ponorogo bisa menjalankan perannya dengan baik dan optimal yaitu sebagai agen perubahan dan kontrol sosial yang taat hukum dimasa sekarang maupun yang akan datang.
gudang ilmu: sistem hukum
gudang ilmu: sistem hukum: PEMBAHASAN A. Pengertian Sistem Dalam memahami sistem hukum atau melihat hukum dalam perspektif sistem, perlu terlrbih dahulu memaha...
sistem hukum
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem
Dalam memahami sistem hukum atau melihat hukum dalam perspektif sistem, perlu terlrbih dahulu memahami tentang sistem itu sendiri. Istilah sistem itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema, yang bararti suatu keseluruahan yang tersusun dari sekian banyak bagian, atau sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan (a whole).
Menurut N. Jordan dalam bukunya yang berjudul “Some Thinking about System” (1960), tidak kurang dari 15 macam cara orang mempergunakan istilah sistem. Dari sekian banyak sistem itu ada dua hal yang terpenting yaitu istilah sistem yang menunjuk pada:
Sesuatu wujud/ entitas/ benda (abstarak, konkrit, konseptual) yang memiliki tata aturan/ susunan struktural dari bagian-bagiannya;
Sesuatu rencana, metode, alat, tata cara mencapai sesuatu.
Istilah sistem yang menunjuk sebagai sesuatu wujud/ entitas/ benda (abstrak, konkrit, konseptual) yang memiliki tata aturan/ susunan struktural dari bagian-bagian ini memberikan gambaran bahwa sistem tersusun dari sekumpulan komponen atau bagian yang berkaitan yang bergerak atau melakukan kegiatan bersama-sama untuk mencapai keseluruhan, tujuan bersama atau tujuan sistem tersebut. Atau dengan perkataan lain, dalam suatu sistem terjadi suatu proses yang dilakasanakan oleh sekumpulan unsur, yang masing-masing itu terpadukan secara fungsional dan operasional untuk mencapai tujuan.
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi sistem, yang pada dasarnya memuat memuat beberapa unsur yang sama.
Carl J. Friedrich mengemukakan sistem sebagai suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antar bagian-bagian maupun hubungan fungsional, baik antar bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antar bagian-bagian maupun hubsungan yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya.
Tidak beda jauh dengan definisi diatas, R.Subekti mengemukakan, konseptual sistem sebagai berikut:
“Suatu sistem adaah suatu susunan atau tataan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut menurut suatu rencana atau pola, hasil dari pemikiran, untuk mencapai tujuan. Dalam sistem yang baik, tidak boleh terjadi pertentangan atau perbenturan antar bagian-bagian tersebut dan juga tidak buleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih (overlapping) diantara bagian-bagian tersebut”.
Pengertian sistem, dalam kamus bahasa Inggris yang berjudul The American Heritage Dictionary of The English Language disebutkan bahwa “a group of interacting, interrelated or interdependent elements forming or regarded as forming a collective entity.” Pengertian tersebut adalah salah satu yang disebutkan dalam kamus tersebut. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan dua ciri, yaitu pertama, hubungan dan saling ketergantungan di antara bagian-bagian atau elemen-elemen dalam sistem, dan kedua merupakan suatu entity.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka tiap-tiap bagian tersebut mempunyai fungsi yang saling berhubungan dan saling tergantung, dimana bila suatu fungsi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, akan terjadi hambatan dan bagian yang lain akan menjadi tidak berfungsi dengan baik. Sistem tersebut bekerja pada suatu wadah atau tempat tersendiri yang disebut dengan suatu lingkungan (environment) dan terdapat batas-batas antara suatu sistem dengan lingkungannya.
B. Pengertian Hukum
Menurut L. J Van Apeldoorn tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi tentang hukum sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakan sesuai dengan kenyataannya.
Manusia dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari kaidah- kaidah hukum yang ada. Hukum sebagai salah satu kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi, telah menguasai kehidupan manusia sejak ia dilahirkan, bahkan waktu ia masih di dalam kandungan hingga sampai ke liang kubur memberikan arah dan gambaran, akan tetapi karena bidang hukum itu luas dan mencakup banyak hal maka tidak akan dapat mencakup secara keseluruhan.
Merupakan suatu kenyataan bahwa hukum bukanlah satu-satunya kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi atau bermasyarakat, karena dalam hidupnya manusia tidak hanya terikat oleh kaidah hukum, tetapi masih ada kaidah lain. Berbagai macam kaidah yang ada itu dapat dilacak dari sifat kehidupan manusia yang menyangkut aspek pribadi dan aspek hidup antar pribadi atau bermasyarakat.
Termasuk dalam tata kaidah aspek pribadi adalah:
~Tata kaidah kepercayaan
~Tata kaidah kesusilaan
Sedangkan yang tergolong dalam tata kaidah aspek hidup antar pribadi adalah:
~Tata kaidah sopan-santun
~Tata kaidah hukum
Memperoleh kejelasan terhadap berbagai arti dari hukum adalah sangat penting, agar tidak terjadi kesimpangsiuran didalam studi terhadap hukum. Dalam hal ini akan dijelaskan pengertian yang diberikan oleh masyarakat. Beberapa pengertian hukum tersebut antara lain adalah:
Sebagai ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran
Sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala yang dihadapi.
Sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan.
Sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan kaidah hukum (law enforcement officer).
Sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut pembuatan keputusan yang tidak semata-mata diperintahkan oleh aturan-aturan hukum, tetapi keputusan yang dibuat ats pertimbangan yang bersifat personal.
Sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan, artinya hukum di anggap sebagai suatu perintah atau larangan yang berasal dari badan negara yang berwenang dan didukung dengan kemampuan serta kewenangan untuk menggunakan paksaan.
Sebagai sikap tindakan atau perilaku yang teratur, yaitu perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
Sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
C. Sistem Hukum
Mengenai sistem hukum terdapat dua paham, yaitu:
a. Sistem hukum dalam arti sempit;
b. Sistem hukum dalam arti luas.
Dalam arti sempit, sistem hukum diartikan sebagai satu kesatuan hukum yang terbatas hanya dalam arti materil atau substansi hukum.
Bellefroid mengemukakan bahwa sistem hukum adalah keseluruhan aturan hukum yang disususn secara terpadu berdasarkan atas asas-asas tertentu.
Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan hal serupa tentang sistem hukum. Sistem hukum menurutnya adalah “kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, diatas mana dibangun tertib hukum”.
Kedua pendapat tentang sistem hukum tersebut pada dasarnya melihat hukum yang terdiri atas sejumlah unsur/komponen atau Fungsi/Variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur/komponen atau fungsi/variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur atau komponen atau fungsi atau variabel itu terpaut dan terorganisir menurut suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga saling pengaruh dan mempengaruhi.
Asas utama yang mengaitkan semua unsur atau komponen hukum adalah asas idil dan asas konsitusional, disamping itu sejumlah asas-asas hukum yang lain yang berlaku universal maupunberlaku lokal, atau berlaku didalam bagi disiplin hukum tertentu.
Pentingnya arti asas dalam sistem hukum ini dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa landasan hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum merupakan ration legis peraturan hukum. Lebih jauh Sadjipto Rahardjo mengemukakan bahwa asas hukum mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis, yang merupakan jembatan peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat.
Oleh karena adanya ikatan oleh asas-asas hukum itu, maka hukum merupakan suatu sistem. Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri itu terkait dalam suatu susunan kesatuan disebabkan karena bersumber pada suatu induk penilaian etis tertentu.
Dalam arti luas, sistem hukum itu dapat diartikan sebagai satu kesatuan hukum yang terdiri atas berbagai komponen atau unsur.
Lawrence M. Friedman dalam bukunya “American Law An Introduction”, menyebutkan sistem hukum itu meliputi:
a. Komponen Struktur Hukum
b. Komponen Substansi Hukum
c. Komponen Budaya (Budaya Hukum Masyarakat)
Pembagian yang lebih rinci mengenai komnponen-komponen hukum dari sistem hukum di kemukakan pula oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, yang meliputi:
a. Komponen substansi atau materi hukum:
b. Hukum tertulis/ Peraturan perundang-undangan
c. Yurisprudensi tetap
d. Hukum kebiasaan
e. Perjanjian-perjanjian internasional
Komponen Lembaga, organisasi, mekanisme dan aparatur hukum:
a. Polisi
b. Jaksa
c. Advokat
d. Hakim
e. Konsultan Hhukum
f. Aparatur penyuluh hukum
g. Pejabat pemerintah
h. Organisasi hukum
i. Lembaga hukum
j. Prosedur hukum
k. Mekanisme hukum
Komponen sarana dan prasarana hukum:
a. Seluruh perangkat keras
b. Seluruh perangkat lunak
c. Seluruh perangkat otak
Komponen kultur/budaya hukum masyarakat.
Pada hakikatnya sistem hukum merupakan satu kesatuan sistem besar yang tersusun atas subsistem yang lebih kecil, yaitu subsistem pendidikan hukum, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan seterusnya, yang merupakan sistem hukum tersendiri dengan proses tersendiri pula. Hal ini menunjukkan sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistem hukum yang membutuhkan kecermatan yang tajam untuk memahami keutuhan prosesnya.
D. Macam-Macam Sistem Hukum di Dunia
Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi).
Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M).
Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi)
Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda).
Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu negara.
Prinsip utama atau prinsip dasar :
Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi.
Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU.
Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain undang-undang”.
Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang).
Peran Hakim :
Hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.
Putusan Hakim :
Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudicata) sbgmana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung)
Sumber hukum sistem ini adalah :
Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes).
Peraturan-peraturan hukum’ (Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan
Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Penggolongannya :
Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu Bidang hukum publik dan bidang hukum privat
a. Hukum publik:
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.Termasuk dalam hukum publik ini ialah :
1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Administrasi Negara
3. Hukum Pidana
b. Hukum privat:
Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah :Hukum Sipil, dan Hukum Dagang
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berikut:
Terjadinya sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur ”kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.
Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan, misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.
2. Sistem Hukum Anglo Saxon
Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis).
Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika Serikat.
Sumber Hukum :
Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.
Peran Hakim :
Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat.
Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis.
Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent).
Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.
Penggolongannya :
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum privat”.
Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental.
Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental.
Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”.
Berbeda dengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons, hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort).
Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.
3. Sistem Hukum Adat
Berkembang dilingkungan kehidupan sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain.
Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah ”Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje.
Sumber Hukum :
Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya.
Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya.
Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti.
Karena sifatnya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan situasi sosial, hukum adat elastis sifatnya. Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri.
Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan penjabatnya.
Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari :
1. Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
2. Hukum tanah
3. Hukum perutangan
Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)
Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat
4. Sistem Hukum Islam
Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain seperti negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual maupun secara kelompok.
Sumber Hukum :
Qur’an, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril.
Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita tentang Nabi Muhammad SAW.
Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup.
Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.
Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu :
Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah.
Hukum duniawi, terdiri dari :
Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.
Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Qur’an.
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.
Berdasarkan sistem hukum dunia diatas, negara Indonesia termasuk negara yang menganut sistem hukum Eropa kontinental. Hal ini dapat dilihat dari sejarah dan politik hukumnya, sistem sumber-sumber hukumnya maupun dalam sistem penegakan hukumnya. Namun dalam pembentukan peraturan perundangan yang berlaku sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum adat dan juga sistem hukum Islam. Sistem hukum eropa Kontinental menganut mazhab legisme dan positivisme. Mazhab legisme adalah Mazhab/aliran ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam UU. Atau berarti hukum identik dengan UU. Hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada UU, sehingga pekerjaannya hanya melakukan pelaksanaan UU belaka (wetstoepassing) . Aliran legisme demikian besarnya menganggap kemampuan UU sebagai hukum, termasuk dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial. Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan apabila telah dikeluarkan UU yang mengaturnya. Menurut aliran ini UU adalah obat segala-galanya sekalipun dalam kenyataannya tidak demikian.Mazhab Legisme / Fomalitas.
Sedangkan Mazhab/Aliran Positivisme Hukum (Rechtspositivisme) sering juga disebut dengan aliran legitimisme. Aliran ini sangat mengagungkan hukum tertulis. Menurut aliran ini tidak ada norma hukum diluar hukum positif. Semua persoalan masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Sehingga terkesan hakikat dari aliran ini adalah penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis ini sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.
Aliran ini dianut oleh John Austin (1790 – 1861, Inggris) menyatakan bahwa satu-satunya hukum adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Sedangkan sumber-sumber lain hanyalah sebagai sumber yang lebih rendah. Sumber hukum itu adalah pembuatnya langsung yaitu pihak yang berdaulat atau badan perundang-undangan yang tertinggi dan semua hukum dialirkan dari sumber yang sama itu. Hukum yang bersumber dari situ harus ditaati tanpa syarat, sekalipun terang dirasakan tidak adil.
Menurut Austin hukum terlepas dari soal keadilan dan dari soal buruk-baik. Karena itu ilmu hukum tugasnya adalah menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum hanya berurusan dengan hukum positif yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan dan keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.
Aliran positivisme hukum ini memperkuat aliran legisme yaitu suatu aliran tidak ada hukum diluar undang-undang. Undang menjadi sumber hukum satu-satunya. Undang-undang dan hukum diidentikkan.
Namun demikian aliran positivisme bukanlah aliran legisme. Perbedaannya terletak pada bahwa menurut aliran legisme hanya menganggap undang-undang sebagai sumber hukum. Sedangkan aliran positivisme bukan undang-undang saja sumber hukum tetapi juga kebiasaan, adat istiadat yang baik dan pendapat masyarakat. Para ahli positivisme hukum berpendapat bahwa karya-karya ilmiah para hukum tidak hanya mengenai hukum positif (hukum yang berlaku) tetapi boleh berorientasi pada hukum kodrat atau hukum yang lebih tinggi seperti yang dilakukan penganut hukum alam.
Selanjutnya sistem anglo saxon berorientasi pada Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung. Aliran ini berpandangan secara bertolak belakang dengan aliran legisme. Aliran ini beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut UU atau tidak. Hal ini disebabkan karena pekerjaan hakim adalah melakukan penciptaan hukum. Akibatnya adalah memahami yurisprudensi merupakan hal yang primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan UU merupakan hal yang sekunder. Pada aliran ini hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law) karena keputusan yang berdasar keyakinannya merupakan hukum dan keputusannya ini lebih dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
Berdasarkan hal diatas nampak antara sistem hukum Eropa Kontinental dengan anglo saxon mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan sistem eropa kontinental, sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi Dengan terkodifikasi tersebut tujuannya supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum (kepastian hukum yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana yang sudah dikodifikasikan (KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap hukum pidana maka dapat dilihat dalam KUHPidana yang sudah dikodifikasikan tersebut. Sedangkan kelemahannya adalah sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman karena hakim harus tunduk terhadap perundang-undang yang sudah berlaku (hukum positif). Padahal untuk mencapai keadilan masyarakat hukum harus dinamis.
Kelebihan sistem hukum Anglo Saxon adalah hakim diberi wewenang untuk melakukan penciptaan hukum melalui yurisprudensi (judge made law). Berdasarkan keyakinan hati nurani dan akal sehatnya keputusannya lebih dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
Kelemahannya adalah tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan untuk melakukan penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali hakim tersebut sudah dibekali dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi. Untuk negara-negara berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem hukum anglo saxon kurang tepat dianut.
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut dapat saya ambil kesimpulan bahwa sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, dimana kesuluruhan bagian atau komponennya berkaitan satu dengan lainnya.
Lawrence M. Friedman dalam bukunya “American Law An Introduction”, menyebutkan sistem hukum itu terdiri atas tiga unsur atau komponen, diantaranya adalah: komponen struktur hukum, komponen substansi hukum, komponen budaya (budaya hukum masyarakat). Unsur/komponen atau Fungsi/Variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur/komponen atau fungsi/variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur atau komponen atau fungsi atau variabel itu terpaut dan terorganisir menurut suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga saling pengaruh dan mempengaruhi
DAFTAR PUSTAKA
Badruzalman,Mariam Darus, 2010, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni.
Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1996, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Dr. Abdul H. Barkatullah, S.Ag., S.H., M. Hum, Jurnal UKSW_Budaya Hukum, HYPERLINK "http://eprints.unlam.ac.id/id/eprint/138." http://eprints.unlam.ac.id/id/eprint/138.
Dr. Tiar Ramon, SH, MH, Macam-macam Sistem Hukum di Dunia, Https://tiarramon. wordpress.com.
Nursadi, Harsanto (2014), Jurnal Sistem Hukum Indonesia FISIP Universitas Terbuka, HYPERLINK "http://repository.ut.ac.id/id/eprint/" http://repository.ut.ac.id/id/eprint/ 4293.s
A. Pengertian Sistem
Dalam memahami sistem hukum atau melihat hukum dalam perspektif sistem, perlu terlrbih dahulu memahami tentang sistem itu sendiri. Istilah sistem itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema, yang bararti suatu keseluruahan yang tersusun dari sekian banyak bagian, atau sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan merupakan suatu keseluruhan (a whole).
Menurut N. Jordan dalam bukunya yang berjudul “Some Thinking about System” (1960), tidak kurang dari 15 macam cara orang mempergunakan istilah sistem. Dari sekian banyak sistem itu ada dua hal yang terpenting yaitu istilah sistem yang menunjuk pada:
Sesuatu wujud/ entitas/ benda (abstarak, konkrit, konseptual) yang memiliki tata aturan/ susunan struktural dari bagian-bagiannya;
Sesuatu rencana, metode, alat, tata cara mencapai sesuatu.
Istilah sistem yang menunjuk sebagai sesuatu wujud/ entitas/ benda (abstrak, konkrit, konseptual) yang memiliki tata aturan/ susunan struktural dari bagian-bagian ini memberikan gambaran bahwa sistem tersusun dari sekumpulan komponen atau bagian yang berkaitan yang bergerak atau melakukan kegiatan bersama-sama untuk mencapai keseluruhan, tujuan bersama atau tujuan sistem tersebut. Atau dengan perkataan lain, dalam suatu sistem terjadi suatu proses yang dilakasanakan oleh sekumpulan unsur, yang masing-masing itu terpadukan secara fungsional dan operasional untuk mencapai tujuan.
Berikut ini dikemukakan beberapa definisi sistem, yang pada dasarnya memuat memuat beberapa unsur yang sama.
Carl J. Friedrich mengemukakan sistem sebagai suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional, baik antar bagian-bagian maupun hubungan fungsional, baik antar bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu menimbulkan suatu ketergantungan antar bagian-bagian maupun hubsungan yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya.
Tidak beda jauh dengan definisi diatas, R.Subekti mengemukakan, konseptual sistem sebagai berikut:
“Suatu sistem adaah suatu susunan atau tataan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut menurut suatu rencana atau pola, hasil dari pemikiran, untuk mencapai tujuan. Dalam sistem yang baik, tidak boleh terjadi pertentangan atau perbenturan antar bagian-bagian tersebut dan juga tidak buleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih (overlapping) diantara bagian-bagian tersebut”.
Pengertian sistem, dalam kamus bahasa Inggris yang berjudul The American Heritage Dictionary of The English Language disebutkan bahwa “a group of interacting, interrelated or interdependent elements forming or regarded as forming a collective entity.” Pengertian tersebut adalah salah satu yang disebutkan dalam kamus tersebut. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan dua ciri, yaitu pertama, hubungan dan saling ketergantungan di antara bagian-bagian atau elemen-elemen dalam sistem, dan kedua merupakan suatu entity.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka tiap-tiap bagian tersebut mempunyai fungsi yang saling berhubungan dan saling tergantung, dimana bila suatu fungsi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, akan terjadi hambatan dan bagian yang lain akan menjadi tidak berfungsi dengan baik. Sistem tersebut bekerja pada suatu wadah atau tempat tersendiri yang disebut dengan suatu lingkungan (environment) dan terdapat batas-batas antara suatu sistem dengan lingkungannya.
B. Pengertian Hukum
Menurut L. J Van Apeldoorn tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi tentang hukum sulit untuk dibuat karena tidak mungkin untuk mengadakan sesuai dengan kenyataannya.
Manusia dalam kehidupannya tidak dapat melepaskan diri dari kaidah- kaidah hukum yang ada. Hukum sebagai salah satu kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi, telah menguasai kehidupan manusia sejak ia dilahirkan, bahkan waktu ia masih di dalam kandungan hingga sampai ke liang kubur memberikan arah dan gambaran, akan tetapi karena bidang hukum itu luas dan mencakup banyak hal maka tidak akan dapat mencakup secara keseluruhan.
Merupakan suatu kenyataan bahwa hukum bukanlah satu-satunya kaidah yang mengatur kehidupan antar pribadi atau bermasyarakat, karena dalam hidupnya manusia tidak hanya terikat oleh kaidah hukum, tetapi masih ada kaidah lain. Berbagai macam kaidah yang ada itu dapat dilacak dari sifat kehidupan manusia yang menyangkut aspek pribadi dan aspek hidup antar pribadi atau bermasyarakat.
Termasuk dalam tata kaidah aspek pribadi adalah:
~Tata kaidah kepercayaan
~Tata kaidah kesusilaan
Sedangkan yang tergolong dalam tata kaidah aspek hidup antar pribadi adalah:
~Tata kaidah sopan-santun
~Tata kaidah hukum
Memperoleh kejelasan terhadap berbagai arti dari hukum adalah sangat penting, agar tidak terjadi kesimpangsiuran didalam studi terhadap hukum. Dalam hal ini akan dijelaskan pengertian yang diberikan oleh masyarakat. Beberapa pengertian hukum tersebut antara lain adalah:
Sebagai ilmu pengetahuan, yaitu pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran
Sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala yang dihadapi.
Sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perilaku yang pantas atau diharapkan.
Sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis.
Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan kaidah hukum (law enforcement officer).
Sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut pembuatan keputusan yang tidak semata-mata diperintahkan oleh aturan-aturan hukum, tetapi keputusan yang dibuat ats pertimbangan yang bersifat personal.
Sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal balik antara unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan, artinya hukum di anggap sebagai suatu perintah atau larangan yang berasal dari badan negara yang berwenang dan didukung dengan kemampuan serta kewenangan untuk menggunakan paksaan.
Sebagai sikap tindakan atau perilaku yang teratur, yaitu perilaku yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
Sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
C. Sistem Hukum
Mengenai sistem hukum terdapat dua paham, yaitu:
a. Sistem hukum dalam arti sempit;
b. Sistem hukum dalam arti luas.
Dalam arti sempit, sistem hukum diartikan sebagai satu kesatuan hukum yang terbatas hanya dalam arti materil atau substansi hukum.
Bellefroid mengemukakan bahwa sistem hukum adalah keseluruhan aturan hukum yang disususn secara terpadu berdasarkan atas asas-asas tertentu.
Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan hal serupa tentang sistem hukum. Sistem hukum menurutnya adalah “kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, diatas mana dibangun tertib hukum”.
Kedua pendapat tentang sistem hukum tersebut pada dasarnya melihat hukum yang terdiri atas sejumlah unsur/komponen atau Fungsi/Variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur/komponen atau fungsi/variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur atau komponen atau fungsi atau variabel itu terpaut dan terorganisir menurut suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga saling pengaruh dan mempengaruhi.
Asas utama yang mengaitkan semua unsur atau komponen hukum adalah asas idil dan asas konsitusional, disamping itu sejumlah asas-asas hukum yang lain yang berlaku universal maupunberlaku lokal, atau berlaku didalam bagi disiplin hukum tertentu.
Pentingnya arti asas dalam sistem hukum ini dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, bahwa landasan hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum merupakan ration legis peraturan hukum. Lebih jauh Sadjipto Rahardjo mengemukakan bahwa asas hukum mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis, yang merupakan jembatan peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat.
Oleh karena adanya ikatan oleh asas-asas hukum itu, maka hukum merupakan suatu sistem. Peraturan-peraturan hukum yang berdiri sendiri itu terkait dalam suatu susunan kesatuan disebabkan karena bersumber pada suatu induk penilaian etis tertentu.
Dalam arti luas, sistem hukum itu dapat diartikan sebagai satu kesatuan hukum yang terdiri atas berbagai komponen atau unsur.
Lawrence M. Friedman dalam bukunya “American Law An Introduction”, menyebutkan sistem hukum itu meliputi:
a. Komponen Struktur Hukum
b. Komponen Substansi Hukum
c. Komponen Budaya (Budaya Hukum Masyarakat)
Pembagian yang lebih rinci mengenai komnponen-komponen hukum dari sistem hukum di kemukakan pula oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, yang meliputi:
a. Komponen substansi atau materi hukum:
b. Hukum tertulis/ Peraturan perundang-undangan
c. Yurisprudensi tetap
d. Hukum kebiasaan
e. Perjanjian-perjanjian internasional
Komponen Lembaga, organisasi, mekanisme dan aparatur hukum:
a. Polisi
b. Jaksa
c. Advokat
d. Hakim
e. Konsultan Hhukum
f. Aparatur penyuluh hukum
g. Pejabat pemerintah
h. Organisasi hukum
i. Lembaga hukum
j. Prosedur hukum
k. Mekanisme hukum
Komponen sarana dan prasarana hukum:
a. Seluruh perangkat keras
b. Seluruh perangkat lunak
c. Seluruh perangkat otak
Komponen kultur/budaya hukum masyarakat.
Pada hakikatnya sistem hukum merupakan satu kesatuan sistem besar yang tersusun atas subsistem yang lebih kecil, yaitu subsistem pendidikan hukum, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan seterusnya, yang merupakan sistem hukum tersendiri dengan proses tersendiri pula. Hal ini menunjukkan sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistem hukum yang membutuhkan kecermatan yang tajam untuk memahami keutuhan prosesnya.
D. Macam-Macam Sistem Hukum di Dunia
Pada dasarnya banyak sistem hukum yang dianut oleh berbagai negara-negara didunia, namun dalam sejarah dan perkembangannya ada 4 macam sistem hukum yang sangat mempengaruhi sistem hukum yang diberlakukan di bergagai negara tersebut. Adapun sistem hukum yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
Berkembang di negara-negara Eropa (istilah lain Civil Law = hukum Romawi).
Dikatakan hukum Romawi karena sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa Pemerintahan Kaisar Yustinianus abad 5 (527-565 M).
Kodifikasi hukum itu merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa Yustinianus yang disebut Corpus Juris Civilis (hukum yg terkodifikasi)
Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda, Prancis, Italia, Amerika Latin, Asia (termasuk Indonesia pada masa penjajahan Belanda).
Artinya adalah menurut sistem ini setiap hukum harus dikodifikasikan sebagai daar berlakunya hukum dalam suatu negara.
Prinsip utama atau prinsip dasar :
Prinsip utama atau prinsip dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah bahwa hukum itu memperoleh kekuasaan mengikat karena berupa peraturan yang berbentuk undang-undang yang tersusun secara sistematis dalam kodifikasi.
Kepastian hukumlah yang menjadi tujuan hukum. Kepastian hukum dapat terwujud apabila segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan tertulis, misalnya UU.
Dalam sistem hukum ini, terkenal suatu adagium yang berbunyi ”tidak ada hukum selain undang-undang”.
Dengan kata lain hukum selalu diidentifikasikan dengan undang-undang (hukum adalah undang-undang).
Peran Hakim :
Hakim dalam hal ini tidak bebas dalam menciptakan hukum baru, karena hakim hanya berperan menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan yang ada berdasarkan wewenang yang ada padanya.
Putusan Hakim :
Putusan hakim tidak mengikat umum tetapi hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudicata) sbgmana yurisprudensi sebagai sistem hukum Anglo Saxon (Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung)
Sumber hukum sistem ini adalah :
Undang-undang dibentuk oleh legislatif (Statutes).
Peraturan-peraturan hukum’ (Regulation = administrasi negara= PP, dll), dan
Kebiasaan-kebiasaan (custom) yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Penggolongannya :
Berdasarkan sumber hukum diatas maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu Bidang hukum publik dan bidang hukum privat
a. Hukum publik:
Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.Termasuk dalam hukum publik ini ialah :
1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Administrasi Negara
3. Hukum Pidana
b. Hukum privat:
Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat adalah :Hukum Sipil, dan Hukum Dagang
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan faktor-faktor berikut:
Terjadinya sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur ”kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin, misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.
Makin banyaknya ikut campur negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan, misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya.
2. Sistem Hukum Anglo Saxon
Mula-mula berkembang di negara Inggris, dan dikenal dgn istilah Common Law atau Unwriten Law (hukum tidak tertulis).
Sistem hukum ini dianut di negara-negara anggota persemakmuran Inggris, Amerika Utara,Kanada, Amerika Serikat.
Sumber Hukum :
Putusan–putusan hakim/putusan pengadilan atau yurisprudensi (judicial decisions). Putusan-putusan hakim mewujudkan kepastian hukum, maka melalui putusan-putusan hakim itu prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan mengikat umum.
Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan hukum tertulis yang berupa undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui juga, kerena pada dasarnya terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis tersebut bersumber dari putusan pengadilan.
Putusan pengadilan, kebiasaan dan peraturan hukum tertulis tersebut tidak tersusun secara sistematis dalam kodifikasi sebagaimana pada sistem hukum Eropa Kontinental.
Peran Hakim :
Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar dalam menciptakan kaidah-kaidah hukum yang mengatur tata kehidupan masyarakat.
Hakim mempunyai wewenang yang luas untuk menafsirkan peraturan-peraturan hukum dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang berguna sebagai pegangan bagi hakim –hakim lain dalam memutuskan perkara sejenis.
Oleh karena itu, hakim terikat pada prinsip hukum dalam putusan pengadilan yang sudah ada dari perkara-perkara sejenis (asas doctrine of precedent).
Namun, bila dalam putusan pengadilan terdahulu tidak ditemukan prinsip hukum yang dicari, hakim berdasarkan prinsip kebenaran dan akal sehat dapat memutuskan perkara dengan menggunakan metode penafsiran hukum. Sistem hukum Anglo-Amerika sering disebut juga dengan istilah Case Law.
Penggolongannya :
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian ”hukum publik dan hukum privat”.
Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum eropa kontinental.
Sementara bagi hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Anglo Amerika (Saxon) agak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem Eropa kontinental.
Dalam sistem hukum Eropa kontonental ”hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”.
Berbeda dengan itu bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian ”hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons, hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of tort).
Seluruhnya tersebar di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan kebiasaan.
3. Sistem Hukum Adat
Berkembang dilingkungan kehidupan sosial di Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain.
Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah ”Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hugronje.
Sumber Hukum :
Sistem hukum adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya.
Sifat hukum adat adalah tradisional dengan berpangkal pada kehendak nenek moyangnya.
Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti.
Karena sifatnya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan situasi sosial, hukum adat elastis sifatnya. Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri.
Sistem hukum adat di Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabatan-jabatan, dan penjabatnya.
Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari :
1. Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
2. Hukum tanah
3. Hukum perutangan
Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)
Yang berperan dalam menjalankan sistem hukum adat adalah pemuka adat (pengetua-pengetua adat), karena ia adalah pimpinan yang disegani oleh masyarakat
4. Sistem Hukum Islam
Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain seperti negara-negara Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individual maupun secara kelompok.
Sumber Hukum :
Qur’an, yaitu kitab suci kaum muslimin yang diwahyukan dari Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril.
Sunnah Nabi (hadist), yaitu cara hidup dari nabi Muhammad SAW atau cerita tentang Nabi Muhammad SAW.
Ijma, yaitu kesepakatan para ulama besar tentang suatu hak dalam cara hidup.
Qiyas, yaitu analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua kejadian.
Sistem hukum Islam dalam ”Hukum Fikh” terdiri dari dua bidang hukum, yaitu :
Hukum rohaniah (ibadat), ialah cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktian terhadap Allah (sholat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji), yang pada dasarnya tidak dipelajari di fakultas hukum. Tetapi di UNISI diatur dlm mata kuliah fiqh Ibadah.
Hukum duniawi, terdiri dari :
Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-bei, sewa menyewa, perburuhan, hukum tanah, perikatan, hak milik, hak kebendaan dan hubungan ekonomi pada umumnya.
Nikah (Munakahah), yaitu perkawinan dalam arti membetuk sebuah keluarga yang tediri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hukum perkawinan.
Jinayat, yaitu pidana yang meliputi ancaman hukuman terhadap hukum Allah dan tindak pidana kejahatan.
Sistem hukum Islam menganut suatu keyakinan dan ajaran islam dengan keimanan lahir batin secara individual. Negara-negara yang menganut sistem hukum Islam dalam bernegara melaksanakan peraturan-peraturan hukumnya sesuai dengan rasa keadilan berdasarkan peraturan perundangan yang bersumber dari Qur’an.
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa di negara-negara penganut asas hukum Islam, agama Islam berpengaruh sangat besar terhadap cara pembentukan negara maupun cara bernegara dan bermasyarakat bagi warga negara dan penguasanya.
Berdasarkan sistem hukum dunia diatas, negara Indonesia termasuk negara yang menganut sistem hukum Eropa kontinental. Hal ini dapat dilihat dari sejarah dan politik hukumnya, sistem sumber-sumber hukumnya maupun dalam sistem penegakan hukumnya. Namun dalam pembentukan peraturan perundangan yang berlaku sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum adat dan juga sistem hukum Islam. Sistem hukum eropa Kontinental menganut mazhab legisme dan positivisme. Mazhab legisme adalah Mazhab/aliran ini menganggap bahwa semua hukum terdapat dalam UU. Atau berarti hukum identik dengan UU. Hakim dalam melakukan tugasnya terikat pada UU, sehingga pekerjaannya hanya melakukan pelaksanaan UU belaka (wetstoepassing) . Aliran legisme demikian besarnya menganggap kemampuan UU sebagai hukum, termasuk dalam penyelesaian berbagai permasalahan sosial. Aliran ini berkeyakinan bahwa semua persoalan sosial akan segera terselesaikan apabila telah dikeluarkan UU yang mengaturnya. Menurut aliran ini UU adalah obat segala-galanya sekalipun dalam kenyataannya tidak demikian.Mazhab Legisme / Fomalitas.
Sedangkan Mazhab/Aliran Positivisme Hukum (Rechtspositivisme) sering juga disebut dengan aliran legitimisme. Aliran ini sangat mengagungkan hukum tertulis. Menurut aliran ini tidak ada norma hukum diluar hukum positif. Semua persoalan masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Sehingga terkesan hakikat dari aliran ini adalah penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis ini sehingga dianggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.
Aliran ini dianut oleh John Austin (1790 – 1861, Inggris) menyatakan bahwa satu-satunya hukum adalah kekuasaan yang tertinggi dalam suatu negara. Sedangkan sumber-sumber lain hanyalah sebagai sumber yang lebih rendah. Sumber hukum itu adalah pembuatnya langsung yaitu pihak yang berdaulat atau badan perundang-undangan yang tertinggi dan semua hukum dialirkan dari sumber yang sama itu. Hukum yang bersumber dari situ harus ditaati tanpa syarat, sekalipun terang dirasakan tidak adil.
Menurut Austin hukum terlepas dari soal keadilan dan dari soal buruk-baik. Karena itu ilmu hukum tugasnya adalah menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum hanya berurusan dengan hukum positif yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan dan keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.
Aliran positivisme hukum ini memperkuat aliran legisme yaitu suatu aliran tidak ada hukum diluar undang-undang. Undang menjadi sumber hukum satu-satunya. Undang-undang dan hukum diidentikkan.
Namun demikian aliran positivisme bukanlah aliran legisme. Perbedaannya terletak pada bahwa menurut aliran legisme hanya menganggap undang-undang sebagai sumber hukum. Sedangkan aliran positivisme bukan undang-undang saja sumber hukum tetapi juga kebiasaan, adat istiadat yang baik dan pendapat masyarakat. Para ahli positivisme hukum berpendapat bahwa karya-karya ilmiah para hukum tidak hanya mengenai hukum positif (hukum yang berlaku) tetapi boleh berorientasi pada hukum kodrat atau hukum yang lebih tinggi seperti yang dilakukan penganut hukum alam.
Selanjutnya sistem anglo saxon berorientasi pada Mazhab / Aliran Freie Rechtsbegung. Aliran ini berpandangan secara bertolak belakang dengan aliran legisme. Aliran ini beranggapan bahwa di dalam melaksanakan tugasnya seorang hakim bebas untuk melakukan menurut UU atau tidak. Hal ini disebabkan karena pekerjaan hakim adalah melakukan penciptaan hukum. Akibatnya adalah memahami yurisprudensi merupakan hal yang primer di dalam mempelajari hukum, sedangkan UU merupakan hal yang sekunder. Pada aliran ini hakim benar-benar sebagai pencipta hukum (judge made law) karena keputusan yang berdasar keyakinannya merupakan hukum dan keputusannya ini lebih dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
Berdasarkan hal diatas nampak antara sistem hukum Eropa Kontinental dengan anglo saxon mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Kelebihan sistem eropa kontinental, sistem hukumnya tertulis dan terkodifikasi Dengan terkodifikasi tersebut tujuannya supaya ketentuan yang berlaku dengan mudah dapat diketahui dan digunakan untuk menyelesaikan setiap terjadi peristiwa hukum (kepastian hukum yang lebih ditonjolkan). Contoh tata hukum pidana yang sudah dikodifikasikan (KUHP), jika terjadi pelanggaran tehadap hukum pidana maka dapat dilihat dalam KUHPidana yang sudah dikodifikasikan tersebut. Sedangkan kelemahannya adalah sistemnya terlalu kaku, tidak bisa mengikuti perkembangan zaman karena hakim harus tunduk terhadap perundang-undang yang sudah berlaku (hukum positif). Padahal untuk mencapai keadilan masyarakat hukum harus dinamis.
Kelebihan sistem hukum Anglo Saxon adalah hakim diberi wewenang untuk melakukan penciptaan hukum melalui yurisprudensi (judge made law). Berdasarkan keyakinan hati nurani dan akal sehatnya keputusannya lebih dinamis dan up to date karena senantiasa memperlihatkan keadaan dan perkembangan masyarakat.
Kelemahannya adalah tidak ada jaminan kepastian hukumnya. Jika hakim diberi kebebasan untuk melakukan penciptaan hukum dikhawatirkan ada unsur subjektifnya. Kecuali hakim tersebut sudah dibekali dengan integritas dan rasa keadilan yang tinggi. Untuk negara-negara berkembang yang tingkat korupsinya tinggi tentunya sistem hukum anglo saxon kurang tepat dianut.
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut dapat saya ambil kesimpulan bahwa sistem hukum adalah suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, dimana kesuluruhan bagian atau komponennya berkaitan satu dengan lainnya.
Lawrence M. Friedman dalam bukunya “American Law An Introduction”, menyebutkan sistem hukum itu terdiri atas tiga unsur atau komponen, diantaranya adalah: komponen struktur hukum, komponen substansi hukum, komponen budaya (budaya hukum masyarakat). Unsur/komponen atau Fungsi/Variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur/komponen atau fungsi/variabel yang selalu mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas. Semua unsur atau komponen atau fungsi atau variabel itu terpaut dan terorganisir menurut suatu struktur atau pola yang tertentu, sehingga saling pengaruh dan mempengaruhi
DAFTAR PUSTAKA
Badruzalman,Mariam Darus, 2010, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni.
Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1996, Pola Pikir dan Kerangka Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Dr. Abdul H. Barkatullah, S.Ag., S.H., M. Hum, Jurnal UKSW_Budaya Hukum, HYPERLINK "http://eprints.unlam.ac.id/id/eprint/138." http://eprints.unlam.ac.id/id/eprint/138.
Dr. Tiar Ramon, SH, MH, Macam-macam Sistem Hukum di Dunia, Https://tiarramon. wordpress.com.
Nursadi, Harsanto (2014), Jurnal Sistem Hukum Indonesia FISIP Universitas Terbuka, HYPERLINK "http://repository.ut.ac.id/id/eprint/" http://repository.ut.ac.id/id/eprint/ 4293.s
Langganan:
Komentar (Atom)